RSS

Minggu, 22 September 2013

LAP. ILMU TERNAK POTONG

OLEH : ERLINDANI SETYA MARTANTI
NIM D1E010165
UNSOED


I.                   PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai gizi serta nilai ekonomi yang tinggi. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peluang usaha beternak sapi potong sangat menjanjikan karena dengan melihat meningkatnnya permintaan bahan makanan yang berasal dari hewan sebagai sumber protein hewani khususnya daging. Dengan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sebagai pendukung peluang usaha beternak sapi potong. Peluang tersebut membuat para pengusaha besar maupun kecil berlomba-lomba untuk mencari keuntungan dari berternak sapi potong.
Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan pre natal dan post natal. Pertumbuhan pre natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan pertumbuhan post natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati. Fase pertumbuhan pada umur pedet, cempe atau genjik berbeda dengan fase pertumbuhan pada ternak muda dan dewasa.
Pemotongan sapi dilakakukan di Rumah Potong Hewan  karena untuk menstandarisasi daging yang akan dikonsumsi. Dengan proses pemeriksaan kesehatan ternak sebelum di potong dan pemberian cap bahwa daging telah melewati pemotongan di Rumah Potong Hewan. Dan proses pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan dilakukan oleh petugas yang terampil, menggunakan semi modern, sehingga mampu memotong puluhan ternak saat waktu pemotongan. Walaupun begitu, petugas tetap memegang kendali penuh atas proses pemotonganya. Dari Rumah Potong Hewan yang dikunjungi, bisa diketahui bagaimana standar pelaksanaan pemotongan yang baik, untuk kemanan pangan from stable to table.

1.2    Tujuan
a.     Praktikum pengenalan bangsa ternak potong untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang aneka bangsa ternak potong yang banayak dijumpai di Indonesia.
b.    Praktikum konsep pertumbuhan ternak untuk memahami fenomena pertumbuhan pada ternak potong khususnya pada periode natal.
c.     Praktikum proses pemotongan di RPH bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami tahapan-tahapan proses pemotongan secara baik dan benar., dan mahasiswa dapat menjelaskan produk hasil pemotongan berupa karkas dan non kartkas, serta menghitung secara ekonomi dari usaha pemotongan ternak tersebut.

1.3    Waktu dan Tempat
a.         Praktikum pengenalan bangsa dan konsep pertumbuhan domba atau kambing dilaksanakan di eksperimental farm pada hari Senin, 09 April 2012.
b.          Praktikum Teknik Pemotongan Sapi dilaksanakan di RPH Mersi pada hari Jumat, 14 April 2012.
c.           Praktikum pengenalan bangsa dan konsep pertumbuhan sapi dan kerbau dilaksanakan di Pasar Hewan Sokaraja pada hari Sabtu, 05 Mei 2012.


                                                                                                                       III.     MATERI DAN CARA KERJA
 

2.1    Materi
2.1.1        Pengenalan Bangsa Ternak Potong


Alat:
a.    Jas praktikum
b.    Sepatu kandang
c.    Pita ukur
d.   Alat tulis
e.    Buku praktikum
f.     Kamera digital
Bahan:
a.    Ternak potong sapi
b.    Kambing
c.    Domba
d.   Kerbau




2.1.2        Konsep Pertumbuhan Ternak


Alat:
a.    Jas praktikum
b.    Sepatu kandang
c.    Pita ukur
d.   Alat tulis
e.    Buku praktikum
f.     Kamera digital
Bahan:
a.    Kambing
b.    Sapi







2.1.3        Proses pemotongan di Rumah Potong Hewan


Alat:
a.    Jas praktikum
b.    Sepatu kandang
c.    Pita ukur
d.   Alat tulis
e.    Buku praktikum
f.     Kamera digital
Bahan:
a.    Sapi









2.2     Cara Kerja
2.2.1        Pengenalan Bangsa Ternak Potong
1.        Mengamati ternak yang digunakan untuk kegiatan praktikum.
2.        Mencatat identitas ternak yang bersangkutan.
3.        Mengukur statistik vital ternak meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.
4.        Menilai karakteristik atau performan ternak secara fisik untuk mengetahui kondisi tubuh ternak apakah termasuk gemuk, sedang atau kurus.
5.        Menggambar pola warna dari ternak dilihat dari depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri.
6.        Mengabadikan ternak tersebut dengan kamera.
7.        Meminta pengesahan atau persetujuan dari asisten pendamping padasaat selesai praktikum.
8.        Mohon diri kepada petugas setempat.
9.        Meninggalkan tempat praktikum dengan tertib.

2.2.2        Konsep Pertumbuhan Ternak
1.        Mengamati ternak yang akan dijadikan objek praktikum.
2.        Mencatat identitas ternak yang bersangkutan.
3.        Mengukur statistik vital ternak meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.
4.        Menilai karakter atau performans secara fisik untuk mengetahui kondisi gemuk, sedang, atau kurus dari ternak tersebut.
5.        Menentukan bobot badan ternak yang diamati
6.        Menggambar kurva pertumbuhan ternak.
7.        Meminta pengesahan atau persetujuan dari asisten pendamping pada saat selesai praktikum



2.2.3        Proses pemotongan di Rumah Potong Hewan
1.        Memperkenalkan diri kepada petugas setempat.
2.        Mengamati ternak yang digunakan untuk kegiatan praktikum
3.        Mencatat identitas ternak yang bersangkutan.
4.        Mengukur statistik vital ternak meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.
5.        Menilai karakteristik fisik atau performan untuk mengetahui kondisi gemuk, sedang atau kurus dari ternak tersebut.
6.        Mengamati proses pemotongan dan mencatat waktu setiap tahapan pemotongan.
7.        Menimbang dan mencatat bobot karkas dan non karkas yang dihasilkan.
8.        Mengabadikan proses pemotongan dan produk yang dihasilkan dengan kamera.
9.        Menghitung analisis ekonomi dari usaha pemotongan tersebut.
10.    Meminta pengesahan atau persetujuan dari asisten pendamping pada saat selesai praktikum.
11.    Mohon diri kepada petugas setempat
12.    Meninggalkan tempat praktikum dengan tertib.




                                                                                                                                    IV.     TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Pengenalan Bangsa Ternak potong
Sekilas penampilan kambing mirip dengan domba. Akan tetapi untuk kambing memiliki ciri khas yaitu berjanggut pada dagunya terutama pada kambing jantan dan pada pangkal ekornya terdapat kelenjar yang mengeluarkan bau khas kambing. Perawakan kambing agak ramping dan bulunya relatif tipis. Sewaktu mencari makan kambing lebih suka berpencar. Sifat-sifat kambing tersebut tidak dimiliki oleh domba (Suharno, 1995).
Dewasa ini, kambing PE banyak dijumpai di Indonesia. Kambing ini merupakan hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing lokal/Kacang, dengan tujuan lebih mampu beradaptasi dengan kondisi Indonesia. Kambing ini dikenal sebagai kambing PE (Peranakan Etawa), dan saat ini juga dianggap sebagai kambing Lokal. Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia. Tanda-tanda tubuhnya berada diantara kambing Kacang dan kambing Etawa. Jadi ada yang lebih ke arah kambing Etawa, ada sebagian yang lebih ke arah kambing Kacang. Kambing ini awalnya tersebar di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, dan saat ini hampir di seluruh Indonesia. Pejantan mempunyai sex-libido yang tinggi, sifat inilah yang membedakan dengan kambing Etawa.  Ciri-ciri kambing PE adalah Warna bulu belang hitam, putih, merah, coklat dan kadang putih. Badannya besar sebagaimana Etawa, bobot yang jantan bisa mencapai 91 kg, sedangkan betina mencapai 63 kg. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah, bergelambir yang cukup besar Dahi dan hidungnya cembung dan kambing jantan maupun betina bertanduk kecil/pendek. Daerah belakang paha, ekor dan dagu berbulu panjang serta kambing Etawa mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari (Suharno, 1995).
Kambing Saanen ini aslinya berasal dari lembah Saanen, Swiss (Switzerland) bagian barat. Merupakan salah satu jenis kambing terbesar di Swiss dan penghasil susu kambing yang terkenal. Sulit berkembang di wilayah tropis karena kepekaannya terhadap matahari. Oleh karena itu di Indonesia jenis kambing ini disilangkan lagi dengan jenis kambing lain yang lebih resisten terhadap cuaca tropis dan tetap diberi nama kambing Saanen, antara lain dengan kambing peranakan etawa. Ciri-ciri kambing saanen adalah bulunya pendek berwarna putih atau krim dengan titik hitam di hidung, telinga dan di kelenjar susu. Hidungnya lurus dan muka berupa segitiga dan telinganya sederhana dan tegak ke sebelah dan ke depan. Ekornya tipis dan pendek serta jantan dan betinanya bertanduk. Berat dewasa 68-91 kg (Jantan) dan 36kg - 63kg (Betina), tinggi ideal kambing ini 81 cm dengan berat 61 kg, di saat tingginya 94 cm beratnya 81 kg dan produksi susu 740 kg/ms laktasi (Devendra, 1994).
Domba atau biri-biri (Ovis) adalah ruminansia dengan rambut tebal dan dikenal orang banyak karena dipelihara untuk dimanfaatkan rambut (disebut wol), daging, dan susunya. Yang paling dikenal orang adalah domba peliharaan (Ovis aries), yang diduga keturunan dari moufflon liar dari Asia Tengah selatan dan barat-daya. Untuk tipe lain dari domba dan kerabat dekatnya, lihat kambing antilop. Domba berbeda dengan kambing (Djarijah, 1996).
Salah satu ciri khas sapi ongole adalah kulitnya didominasi oleh warna putih. Sebagian kulit kepala, pinggul, dan leher berwarna keabu-abuan. Sapi ongole berkulit tipis dan elastis. Selain itu, ciri sapi ongole berleher pendek dengan pungung besar dan panjang (berpunuk), serta berpinggang lebar. Berat sapi jantan dewasa mencapai 400 kg dan sapi yang betina mencapai 310 kg. Salah satu keunikan sapi ongle adalah sapi yang betina justru bertanduk lebih panjang dari sapi jantan. Sapi yang banyak dijumpai di negara-negara Asia ini memiliiki toleransi di daerah yang beriklim panas sekitar 18 – 40 0 C dan curah hujan sekitar 76 – 89 cm per tahun (Suharno, 1995).
Beberapa cara untuk melakukan penilaian hasil akhir terhadap sapi-sapi potong, yang selanjutnya bisa dipakai untuk melakukan penafsiran hasil karkas atau daging. Memang semua peternak atau tukang potong memiliki cara dan pengalaman yang berbeda-beda. Akan tetapi mereka yang belum pernah melakukan penilaian perlu suatu pengalaman dari para peternak (Sugeng,1993). Untuk bisa memperoleh suatu score yang baik para peternak bisa melakukan pengamatan dari berbagai arah, yakni dari arah samping, belakang dan depan, kemudian memegang dan mengukur sapi-sapi tadi.  Sapi-sapi dapat diidentifikasi dari 3 arah yaitu pengamatan dari samping, pengamatan dari belakang dan pandangan dari samping (Aak, 1990).
Kerbau yang sering digunakan sebagai kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa. Jenis kerbau ini banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan Thailand.  Kerbau jenis lumpur merupakan kerbau jenis lokal yang banyak dijumpai di berbagai daerah (Murti, 1988). Kerbau belang yang terdapat di Tana Toraja merupakan salah satu contoh kerbau tipe ini. Karena berbadan besar dan lebar maka kerbau belang ini lebih cocok dijadikan sebagai pedaging. Bobot badan kerbau jantan dan betina dewasa dapat mencapai 700 – 800 kg (Suharno, 1995).

3.2 Konsep Pertumbuhan Ternak
Laju pertumbuhan dimulai sejak fetus (janin). Laju pertumbuhan janin pada awalnya lambat dan bertambah cepat sesuai umur kebuntingan, ¾ berat dari bobot lahir ternak dicapai pada bulan terakhir kebuntingan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bobot lahir ternak, yaitu : nutrisi induk, jumlah sekelahiran dan bangsa. Setelah lahir, pertumbuhan ternak akan mengikuti kurva sigmoid (berbentuk huruf S). Fase Inflasi point (IP) terjadi pertumbuhan paling tinggi, dewasa kelamin tercapai, efisiensi biologis maupun ekonomi, dan mertalitas rendah.Untuk tujuan produksi daging, ternak akan lebih menguntungkan bila dipotong pada sekitar fase kurva umur jual (UJ), pada UJ tercapai karkas ideal, yaitu: otot maksimum dan lemak optimum. Tingkat gizi pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan. Bila level pakan rendah, pertmbuhan akan terhambat (Djarijah, 1996).
Ternak muda yang mengalami kekurangan pakan, bila diberikan pakan bermutu tinggi akan memperbaiki laju pertumbuhannya dengan munculnya pertumbuhan kompensatori. Laju pertumbuhan maksimum akan dicapai bila kondisi lingkungan sangat menunjang. Faktor inheritan (pewarisan sifat genotipe ternak) merupakan pembatas terhadap tingkat pertumbuhan dan dewasa tubuh (Admin, 2009).
Ternak kambing dan domba akan mengalami pertumbuhan berat badan sesuai dengan pertambahan usia ternak. Pertumbuhan dan pertambahan berat badan akan naik apabila diimbangi dengan perawatan dan pemeliharaan yang baik.  Pertumbuhan dan perawatan  adalah dua unsur untuk mencapai pertumbuhsn optimal pada saat dewasa yaitu pada usia 18 bulan (Murtidjo, 1993).

3.3         Proses Pemotongan di Rumah Potong Hewan
Pengeringan darah setelah memotong kepala di Rumah Potong Hewan ini berjalan cukup baik, darah dibiarkan mengalir sebanyak mungkin terlebih dahulu, sebelum dilakukan proses selanjutnya. Cepat proses penirisan darah yang kurang sempurna saat penyembelihan bisa menyebabkan warna daging menjadi kehitam-hitaman dan mudah tercemar mikroba yang menyebabkan masa simpan daging menjadi singkat (Usmiati, 2010).
Kulit dari lambung-lambung tersebut, bersama kepala, ujung kaki dan ujung ekor walaupun tidak masuk grade manapun, tetap akan laku dijual sebagai “jeroan”. Kebersihan pembersihan jeroan diwajiban, karena (terutama rumen) mengandung banyak mikroba, jamur dan bakteri yang memang berguna untuk membantu penceranaan makanan, mensintesis asam lemak rantai panjang dari propionan dan asam lemak rantai cabang dari kerangka karbon asam-asam aamino valin, leusin dan isoleusin, mensintesa vitamin seperti B6 dan B12 serta mencerna sekitar 30 – 80 % protein yang masuk (Priyo, 2008).















                                                                                                                         IV.     HASIL DAN PEMBAHASAN
 


4.1    Hasil
4.1.1        Pengenalan Bangsa Ternak Potong
4.1.1.1       Materi Ternak Sapi dan Kerbau
A.  Identitas lokasi praktikum
Tempat praktikum                : Pasar Hewan Sokaraja
Alamat lengkap                    : Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Sokaraja Kidul
Status tempat                       : UPT Pasar Sokaraja
B.  Identitas ternak  sapi dan kerbau yang diamati
Tabel.1 Ternak yang diamati
No
Nama Pemilik
Bangsa Ternak
Sex
Kondisi (G, S, K)
Statistik Vital Ternak
Umur Ternak (th)
LD
PB
TB
BB
(cm)
(cm)
(cm)
(kg)
1
Yoyo
Simental
K
132
84
103
237,16
3 bln
2
Naslam
PO
K
140
80
120
262,44
5 bln
3
Amin
Brangus
K
140
82
121
262,44
7 bln
4
Sibur
Limosin
S
132
77
102
237,16
4 bln
5
Guntur
Kerbau
S
166
102
127
353,44
1 thn

C.  Penilaian kondisi luar ternak sapi
Tabel.2 Penilaian Ternak
No Ternak
Kesan Umum
(X2)
Perlemakan
(X1)
Perdagingan
Total Skor


Kondisi

(G,S,K)
Tengkuk, dada, bahu
(X1)
Punggung, pinggang
(X3)
Paha
(X3)
1
6
3
4
6
9
28
S
2
6
3
3
6
9
27
S
3
6
3
3
6
9
27
S
4
6
2
3
9
12
33
S
5
8
4
4
12
12
40
G



D.  Ciri-ciri tubuh ternak yang diamati
Tabel.3 Ciri-ciri Ternak yang Diamati

Bangsa

Warna kulit/
Bulu

Bentuk
Muka

Gelambir

Punuk

Bentuk tanduk

Bentuk kuku

Bentuk telinga

Bentuk ekor

Postur tubuh
Simental
Coklat putih
Datar
-
-
Lurus
Keatas
Genap
Lurus samping
Panjang
Kurus
PO
Putih
Datar
Ada
Ada
Lurus
Keatas
Genap
Lurus samping
Panjang
Kurus
Brangus
Hitam
Datar

-

-
Lurus
Keatas
Genap
Lurus samping
Panjang
Sedang
Limosin
Coklat tua
Datar

-

Ada
Lurus
Keatas
Genap
Lurus samping
Panjang
Kurus
Kerbau
Abu-abu
Datar
-
-
Lurus
Melengkung
Genap
Lurus samping
Panjang
Sedang

E.   Ternak yang diamati dapat dilihat pada gambar
Terlampir
F.        Penjelasan petugas di lapangan
Sapi masuk sekitar 200 ekor/hari kemudian dicatat oleh petugas dan dipungut retribusi sebesar Rp.3000,00/ekor. Pasar Hewan Sokaraja buka pada hari sabtu dari pukul 07.00-15.00 WIB, wilayah pemasok sapi berasal dari daerah Kebumen dan Gombong, sedangkan pembelinya berasal dari sekitar daerah Purwokerto dan Cirebon. Ternak kambing dikenakan retribusi sebesar Rp.1.500,00/ekor. Transportasi yang digunakan untuk membawa sapi berasal dari penjual sapi, namun adapula yang menyewa.

4.1.1.2       Materi Ternak Domba dan Kambing
A.  Identitas lokasi praktikum
Tempat praktikum                       :Experimental Farm
Alamat lengkap                           :Jl. Dr. Soeparno No:75 Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Status tempat                              :Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
B.  Identitas ternak  kambing dan domba yang diamati

Tabel.4 Ternak Yang Diamati
No
Nama Pemilik
Bangsa Ternak
Sex

Kondisi (G, S, K)
Statistik Vital Ternak
Umur Ternak (th)

LD
(cm)
PB
(cm)
TB
(cm)
BB
(kg)

1
Experimental Farm

PE
S
78
63
81
30,17
1-2

2
Experimental Farm
Jawa Randu

S
75
52
64
28,33
1-2

3
Experimental Farm
Saanen

G
96
63
82
41,34
3-4

4
Experimental Farm
PE
S
86
71
80
35,09
2-3

5
Experimental Farm
Jawa Randu
S
82
73
78
32,63
1-2

6
Experimental Farm
Saanen
S
99
65
88
43,09
3-4








C.  Penilaian kondisi luar ternak kambing dan domba
Tabel. 5 Penilaian Ternak
No Ternak
Kesan Umum
(X2)
Perlemakan
(X1)
Perdagingan
Total Skor
Tengkuk, dada, bahu
(X1)
Punggung, pinggang
(X3)
Paha
(X3)
1
8
3
4
9
12
36
2
6
2
3
9
9
29
3
8
4
4
12
12
40
4
8
3
4
12
9
36
5
6
4
5
9
12
36
6
8
4
4
12
12
40

D.  Ciri-ciri tubuh ternak yang diamati
Tabel. 6 Ciri-ciri Ternak Yang Diamati

No

Warna kulit/
Bulu

Bentuk
muka

Gelambir

Punuk

Bentuk tanduk

Bentuk kuku

Bentuk telinga

Bentuk ekor

Postur tubuh
1
Putih

Cembung
Ada
-
Lurus keatas
genap
Samping
Pendek
Sedang
2
Putih

Cembung
Ada
-
Lurus keatas
genap
Samping
Pendek
Sedang
3
Putih
Datar
Ada
-
Tunas Melengkung
genap
Samping
Pendek
Sedang
4
Coklat
Datar
-
-
-
genap
Samping
Panjang
Gemuk

E.   Ternak yang diamati dapat dilihat pada gambar
F.   Penjelasan petugas di lapangan
Experimental Farm berdiri sejak tahun 1983 merupakan unit kegiatan penunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi meliputi pendidikan dan pemeliharaan kepada masyarakat Experimental Farm dilengkapi dengan berbagai jenis ternak dan usaha agribisnis supaya relevan dengan kurikulum dan lab Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Untuki mendukung kegiatan di Experimental Farm dilengkapi dengan beberapa pengurus diantaranya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, 11 anak kandang serta mahasiswa.
4.1.2        Konsep Pertumbuhan Ternak
A.  Data statistik vital ternak
Tabel.7 Data Ternak
No
Periode Umur Ternak
Sapi/Kerbau
Domba/Kambing
LD
PB
TB
BB
LD
PB
TB
BB
1
Anak jantan
120
78
110
201,64
80
47
58
1,5
112
75
112
179,56





Rata-rata
116
76,5
111
190,6




2
Muda jantan

164
100
134
345,96
135
59
68
2,2
170
105
142
368,64





Rata-rata
164
102,5
138
357,3




3
Dewasa jantan
180
96
131
408,04
86
84
68
1,5
156
110
143
316,84
120
53
66
2,0

Rata-rata
168
103
137
362,44
103
68,5
67
1,8
4
Anak betina
146
94
117
282,24
52
45
58
1,2
158
91
124
324
50
45
52
1,2

Rata-rata
152
92,5
120,5
303,12
51
40
55
1,2
5
Muda betina
150
100
129
295,84
82
71
80
1,5
170
97
135
368,64
70
66
65
1,4

Rata-rata
160
98,5
132
332,24
76
68,5
72,5
1,4
6
Dewasa betina
170
120
134
368,64
120
61
73
2
158
96
119
324
118
63
72
2

Rata-rata
164
108
126,5
346,32
119
62
72,5
2

Gambar 1.1 kurva pertumbuhan ternak sapi
Gambar 1.2 kurva pertumbuhan ternak kambing






B.   Penilaian kondisi luar ternak
Tabel. 8 Penilaian Ternak

No
Kesan Umum
(X2)
Perlemakan
(X1)
Perdagingan
Total Skor

Kondisi (G,S,K)
Tengkuk, dada, bahu
(X1)
Punggung, pinggang
(X3)
Paha
(X3)
1
6
4
3
2
1
3
3
9
9
6
22
24
S
K
2
-
4
-
2
-
2
-
9
-
9
-
23
-
K
3
8
8
4
4
3
3
9
9
9
9
33
33
S
S
4
-
8
-
4
-
4
-
9
-
9
-
34
-
S
5
6
8
4
3
3
3
9
9
9
9
31
33
S
S
6
8
8
3
4
3
3
12
9
6
9
32
33
S
S
7
8
8
3
4
3
4
9
12
12
12
33
37
S
G
8
8
8
2
4
2
4
9
12
6
12
27
37
S
G
9
8
6
3
4
4
4
12
9
12
9
34
32
G
S
10
6
6
2
4
3
4
9
9
9
9
29
32
S
S
11
8
3
3
3
3
9
9
9
9
30
32
S
S
12
6
6
4
4
3
4
9
9
9
9
31
32
S
S



4.1.3        Proses Pemotongan di Rumah Potong Hewan
A.  Identitas lokasi praktikum
Tempat praktikum                : Rumah Potong Hewan Purwokerto Timur
Alamat lengkap                    : Jl. Adipati Mersi, Kel. Mersi, Purwokerto Timur
Status tempat/ tipe               : Dinas Peternakan dan Perikanan/ C
Kepala RPH                         : Juwando
Jumlah Karyawan                : 5 Orang


B.  Identifikasi ternak yang diamati
Tabel .9 Ternak Yang Diamati
No
Nama Pemilik
Bangsa Ternak
Sex

Kondisi (G, S, K)
Statistik Vital Ternak
Harga ternak (Rp juta)

LD
(cm)
PB
(cm)
TB
(cm)
BB
(kg)

1
IR
PO
S
186
97
127
432,6
6

2
HK
PO
S
184
83
124
424,4
6

3
SM
PO
S
106
97
132
163,8
5

4
PP
Limosin
S
179
129
122
404,0
5,5

5
DX
PO
S
160
135
145
331,2
5,5

6
MD
PO
S
172
120
130
376,4
5,5

7
S
Simental
S
176
123
123
392,0
5,5

8
L
Limosin
G
214
115
127
557,0
6.5

9
12
PO
G
180
124
140
408,0
6

10
T16
PO
K
136
98
111
949,6
5,5
















C.  Penilaian kondisi luar ternak sapi
Tabel.10 Penilaian Ternak
No Ternak
Kesan Umum
(X2)
Perlemakan
(X1)
Perdagingan
Total Skor


Kondisi (G,S,K)
Tengkuk, dada, bahu
(X1)
Punggung, pinggang
(X3)
Paha
(X3)
1
6
3
3
9
9
30
S
2
8
4
4
9
9
34
S
3
6
3
3
9
9
30
S
4
8
4
4
12
12
40
G
5
8
4
4
12
12
40
G
6
6
3
3
9
9
30
S
7
6
3
3
9
9
30
S
8
8
4
4
12
9
37
G
9
8
4
3
12
6
33
S
10
4
2
2
9
6
23
S

D. Perlakuan Sebelum Pemotongan
Sapi yang masuk ke Rumah Potong Hewan dilakukan pemeriksaan secara fisik oleh dokter hewan. Ternak potong masuk Rumah Potong Hewan dengan membayar retribusi atau biyaya pemotongan, sapi yang telah masuk diistirahatkan. Sambil diistirahatkan sapi tersebut diperiksa, apakah sapi tersebut dalam keadaan sehat atau kurang sehat. Apabila sapi tersebut positif terkena penyakit yang berbahaya bagi manusia maka sapi tersebut tidak layak untuk dipotong. Dan apabila sapi tersebut dalam keadaan sehat maka sapi itu pun siap untuk dipotong. Setelah itu sapi hanya menunggu giliran untuk dipotong.
Setelah pemotongan selesai, bagian jeroan sapi tersebut di periksa apakah terkena penyakit atau tidak ,contohnya adalah hati, apabila di dalam hati ditemukan cacing hati maka hati tersebut tidak akan di jual atau di pasarkan. Setelah di pastikan daging tersebut sehat maka daging tersebut pun siap untuk di pasarkan di sekitar banyumas.
E.   Tahapan proses pemotongan
Tabel .11 Tahapan Pemotongan

No.
Tahap Pemotongan
Penjelasan/pengamatan
Waktu (detik/menit)
1.
Viksasi
Dari pelepasan ikatan dikandang sampai proses siap pemotongan
25dtk
2.
Penyembelihan
Proses pemotongan
14 dtk
3.
Pengeluaran Darah
Darah yang keluar sampai berhenti
54 dtk
4.
Pemisahan kepala dan dengkil
Dengkil yaitu lipatan lutut ke bawah
30 dtk
5.
Pengulitan
Pemisahan kulit dengan dagingnya
18 mnt
6.
Eviscerasi
Pemisahan atau pengeluaran jeroan yang dikeluarkan dari tubuh
2 mnt
7.
Penanganan Karkas
Pemisahan karkas menjadi beberapa bagian (4 bagian)
15 mnt
8.
Penanganan Nonkarkas
Pengumpulan non karkas (Kepala, kulit, dengkil, exercise) dan ditimbang
9 mnt

F.   Perlakuan Setelah Pemotongan
              Hati, jantung dan limpa diperiksa apabila terdapat cacing hati akan segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau direbus untuk pakan ikan. Jika tidak terdapat cacing hati langsung distempel. Hal ini bertujuan bahwa sapi tersebut telah masuk ke Rumah Potong Hewan dan lansung dipasarkan.







G.  Penimbangan Organ-Organ Tubuh Setelah Pemotongan
Tabel. 12 Penimbangan Organ Tubuh
No
Organ Tubuh
Berat (Kg)
Harga/Kg
(Rp)
Jumlah Harga (Rp)
1
Karkas
47,8
60.000
2.868.000
2
Darah
5
5000
25.000
3
Kepala
21
20.000/kg
420.000
4
Dengkil
3
15.000/kg
45.500
5
Kulit
28
30.000
560.000
6
Ekor
1
20.000
20.000
7
Jantung
1
40.000
40.000
8
Paru-paru
3
30.000
90.000
9
Hati
5
35.000
175.000
10
Limpa
4 ons
20.000
80.000
11
Alat Pencernaan (bersih)
15

25.000
375.000

Total Pemotongan Tubuh (Kg)
132,28
Jml. Harga (Rp)
9.735.000

Bobot tubuh kosong  = B. Tubuh – (Darah, isi, saluran pencernaan)
                                                = 331,2 – (5+12+15)
                                                = 331,24 -28
                                                = 303,24 kg

Perhitungan ekonomi
a.         Persentase Karkas Murni
=      Bobot karkas     .    x 100 % 
   Bobot tubuh karkas
=  130,5/331,2(-5) x 100 %
=  40,01 %



b.        Keuntungan yang diperoleh         = Rp. 4.102.000,-
Nept = (NJK + NJNK) – ( HT – BOP )
         = (7.830.000 + 1.905.000) – (5.500.000+133.000)
         = 9.725.000 – 5.633.000
         = Rp. 4.102.000,-
 
4.2    PEMBAHASAN
4.2.1   Pengenalan Bangsa-Bangsa Ternak Potong
4.2.1.1       Pengenalan Bangsa Ternak Kambing Dan Domba
Sekilas penampilan kambing mirip dengan domba. Akan tetapi kambing memiliki ciri khas yaitu berjangut pada dagunya terutama pada kambing jantan dan pada pangkal ekornya terdapat kelenjar yang mengeluarkan bau khas kambing. Perawakan kambing agak ramping dan bulunya relatif tipis. Sewaktu mencari makan kambing lebih suka berpencar. Sifat-sifat kambing tersebut tidak dimiliki oleh domba. (Suharno, 1995).
Jenis kambing yang dipelihara di Indonesia masih amat sedikit begitu pula yang kami temui saat praktikum. Jenis kambing lokal dan kambing kacang merupakan 2 jenis kambing yang umum dipelihara oleh penduduk di Indonesia. Berikut ini jenis kambing yang ada di Indonesia dan yang kami temui di Experimental Farm Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
a.    Kambing Peranakan Etawa (PE)
Kambing memiliki taksonomi sebagai berikut : kingdom Animalia ; filum chordate; kelas mammalia; ordo artiodactyla; family bovidae; subfamilia caprinae; genus capra; species C. aegagus; subspecies C.a. hircus.
Dewasa ini, kambing PE banyak dijumpai di Indonesia. Jenis kambing ini merupakan persilangan dari kambing etawa dengan kambing jenis lain terutama kambing kacang. Kambing PE tidak hanya diternakkan untuk diambil dagingnya, tetapi produksi susunya dapat pula diharapkan sebagai hasil lain yang tidak kalah penting. Di beberapa daerah, sudah banyak dibiakkan. Ciri-ciri kambing PE adalah berhidung agak melengkung dan telinga agak lebar serta agak terkulai. Kambing jantan dewasa bobotnya sekitar 37 kg, sedangkan betina dewasa sekitar 32 kg. (Suharno, 1995). Berdasarkan praktikum kami lakukakan di Experimental Farm  Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman adalah 6 kambing PE dengan masing-masing bobot badan kambing PE betina 55,8 kg, 35,09 kg, 60,8 kg, 80,8 kg 74,8 kg, sedangkan bobot kambing PE jantan 30,17 kg.
b.   Kambing Seanen
Kambing memiliki taksonomi sebagai berikut : kingdom Animalia ; filum chordate; kelas mammalia; ordo artiodactyla; family bovidae; subfamilia caprinae; genus capra; species C. aegagus; subspecies C.a. hircus.
Bermula dari impor asal negara Australia, maka masuklah kambing Seanen di Indonesia. Peternakan daerah tropis merupakan tempat yang pertama kali menternakkannya. Kini kambing Seanen sudah mulai menyebar ke Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Menurut Suharno (1995), salah satu ciri kambing Seanen adalah berbulu pendek yang lebih rapat dibandingkan kambing kacang. Bulunya berwarna putih mulus agak krem. Kambing jantan dan betina berjenggot. Bobot kambing jantan berkisar antara 65 – 80 kg dan kambing betina antara 50 – 60 kg. Ambingnya besar dan berbentuk kerucut. Kambing Seanen ini baik dijadikan sebagai kambing perah karena mampu menghasilkan susu 2 – 5 liter per hari. Di Experimental Farm  Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, kami mengamati 2 jenis kambing Seanen dengan bobot badan masing-masing 41,24 kg dan 43,09 kg.
Kambing yang terdapat di Experimental Farm kebanyakan bukan untuk dijual tetapi untuk dipelihara namun ada beberapa kambing yang dijual tetapi itu jumlahnya bisa dihitung. Diantara kambing yang ada di Experimental farm, yang mempunyai kondisi luar ternak yang paling baik adalah kambing PE dengan total skor 36.
Kondisi luar dari ternak khususnya kambing dapat diamati melalui berbagai sisi yaitu dari suisi depan, belakang , samping kiri dan samping kanan (Devendra,1994).  Sedangkan untuk perdagingan dari kambing tersebut  mulai dari tengkuk dada, bahu, punggung, pinggang,  paha  memiliki skor yang berbeda-bada bergantung dari jenis kambingnya. Dari kambing yang diteliti di Experimental Farm kambing yang memiliki skor perdaginagan yang paling tinggi adalah kambing PE dan yang memiliki skor yang paling rendah adalah kambing PE cempe.
c.    Domba
Kingdom animalia; filum chordate; kelas mamalia; ordo artiodactyle; family bovidae; upafamili capriae; genus ovis; species O. Aries. Peternakan  domba di Indonesia masih berskala kecil sehingga perlu diusahakan secara komersial dan intensif. Hal ini diperlukan karena adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya sekitar 1,234% dan semakin meningkatnya daya beli masyarakat. Kebutuhan daging selama ini belum mencukupi permintaan, ± 400.000 ton/tahun, sehingga masih mengandalkan impor daging. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) berupaya menbantu budidaya kambing dan domba potong dengan sasaran peningkatan kualitas dan kuantitas daging (Happyprana, 2009).
Praktikum pengenalan bangsa-bangsa domba yang ada di Experimental Farm, yaitu domba Batur dengan lingkar dada 80 cm, panjang badan 47 cm, tinggi badan 58 cm, dan berat badan 1,5 kg, dengan perkiraan umur 1 tahun.

4.2.1.2 Pengenalan Bangsa Sapi Dan Kerbau
Praktikum pengenalan bangsa sapi dan kerbau dilaksanakan di Pasar hewan Sokaraja, dimana pasar hewan tersebut dipimpin oleh Bp. Eko Priyono Putro, SE.  Jumlah ternak yang dijual di pasar tersebut sampai 1000 dari semua jenis. Sebenarnya Pasar Hewan Sokaraja status kepemilikan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas.  Umumnya ternak yang berada di Pasar Sokaraja berasal dari daerah sekitar Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Bumiayu, Wonosobo.  Ternak (sapi dan kerbau) yang berada di pasar tersebut dikenai retribusi sebesar Rp. 3.000,00 sedangkan ternak seperti kambing dan domba dikenakan retribusi sebesar Rp. 1.500,00.
Ternak potong dan kerja di Indonesia terutama sapi dan kerbau, sebagian besar ternak-ternak tersebut dipelihara secara tradisisonal oleh penduduk yang ada di pedesaan.  Sejauh ini yang banyak ditemukan oleh kami pada saat praktikum, ternak yang dipelihara berasal dari bangsa sapi PO, kerbau lumpur, dan sapi simental,brangus, dan limosin.
a.    Kerbau
Keistimewaan ternak kerbau dibanding ternak yang lain adalah kemampuannnya yang tinggi dalam mencerna serat kasar. Dengan kemampuan itu, ternak kerbau memiliki kemampuan pertambahan berat rata-rata per hari lebih tingi dibanding ternak sapi. Oleh karena itu potensi ternak kerbau sebagai ternak potong cukup baik. Sayangnya, warna dagingnya lebih tua dan keras dibanding daging sapi sehingga sebagai ternak potong kerbau tidak begitu populer  (Suharno, 1995).
Ternak kerbau , taksonominya adalah :
Famili                : Bovidae
Sub famili         : 1. Bubalina (kerbau Asia )
                              a. Bubalus bubalus
                              b. B. depresicornus depresicornis
                              c. B. d . guarlensi
                              d. B. mindorensis
                            2. Syncerina (kerbau Afrika )
Genus               : Syncerus caffer
Spesies              : a. S . C . caffer
                            b. S .C . nanus
Pada saat praktikum pengenalan bangsa-bangsa dan konsep pertumbuhan sapi dan kerbau dipasar hewan Sokaraja kita mengamati satua ekor kerbau dengan umur dan ciri-ciri yang berbeda, kebanyakan kerbau yang ada dipasar hewan Sokarja adalah kerbau lumpur dengan ciri-ciri; warna abu-abu dan tanduk panjang dan melengkung, Hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Murti, 1988), yang menyatakan, kerbau yang sering digunakan sebagai kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa.  Jenis kerbau ini banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan Thailand.  Kerbau jenis lumpur merupakan kerbau jenis lokal yang banyak dijumpai di berbagai daerah. Kerbau belang yang terdapat di Tanah Toraja merupakan salah satu contoh kerbau tipe ini. Karena berbadan besar dan lebar maka kerbau belang ini lebih cocok dijadikan sebagai pedaging. Bobot badan kerbau jantan dan betina dewasa dapat mencapai 700 – 800 kg (Suharno, 1995).
Baik tidaknya kualitas seekor ternak dapat diketahui melalui identitas ternak tersebut. Identitas ternak dalam hal ini adalah bangsa ternak tersebut. Menurut Jacoeb (1991) menyatakan bahwa pemilikan suatu bangsa tergantung pada kesukaan peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi , efisiensi produksi, kemampuan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan, pertambahan berat badan, dan sifat- sifat lain yang cocok dengan keinginan peternak yang bersangkutan. Bangsa ternak kerbau yang diamati pada praktikum ini adalah kerbau lumpur.
Kerbau yang berada di Pasar Hewan Sokaraja berasal dari para peternak sekitar Banyumas yang kebanyakan memelihara kerbau hanya untuk usaha sambilan, dari kerbau yang diamati memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Warna kulit                 :     Berwarna abu-abu
Bentuk muka              :     Cembung untuk semua jenis kerbau
Gelambir                     :     Tidak bergelambir
Punuk                         :     Tidak berpunuk
Bentuk Tanduk           :     Melingkar setengah lingkaran
Bentuk kuku               :     Genap
Bentuk telinga            :     Tegak
Bentuk Ekor               :     Panjang menggantung
Postur tubuh               :     Gemuk dan sedang.
Kerbau yang terdapat di Pasar Hewan Sokaraja berasal dari peternakan rakyat disekitar Banyumas, satu peternak hanya membawa satu atau dua ekor kerbau baik kerbau lepas sapih maupun kerbau dewasa untuk dijual, dengan kisaran harga 2-6 juta per ekor, mereka akan menjual jika mereka membutuhkan.
b.   Sapi
Sebagian peternak sapi hanya melakukan kegiatan pembesaran saja. Dalam hal ini peternak memebeli bibit sapi muda dan memeliharanya sampai besar. Setelah layak dikonsumsi, sapi tersebut lalu dijual. Meskipun demikian, masih banyak peternak yang memelihara sapi bukan hanya untuk dibesarkan saja, melainkan sekaligus untuk dikawinkan agar jumlah sapi bertambah (Suharno, 1995).
Klasifikasi zoologis sapi termasuk dalam :
Philum              : Chordata ( hewan yang memliki tulang belakang)
Kelas                 : Mamalia (menyusui)
Ordo                 : Artiodaktil (berkuku genap)
Sub ordo           : Ruminansia (pemamah biak)
Famili                : Bovidae (tanduk berongga)
Genus               : Bos
Spesies              : Bos taurus (sebagian besar sapi yang ada )
                          : Bos indicus (sapi-sapi yang memiliki punuk)
Sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi, sapi Simental banyak terdapat di Swiss, sapi Brahman berasal dari India dan banyak dikembangkan di Amerika. Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masingmasing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).
Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman. Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%.
Berikut ini beberapa sapi potong yang ditemui di Pasar Hewan Sokaraja:
1.    Sapi Peranakan Ongole (PO)
Salah satu jenis sapi potong yang ditemui di Pasar Hewan Sokaraja adalah sapi pernakan ongole (PO), dengan ciri-ciri; warna dominan putih, berpunuk, ramping, bentuk kuku genap, dan berglambir, hal ini sesuai dengan pernyataan (Suharno, 1995) yang menyatakan, Sapi peranakan ongole merupakan persilangan dari sapi ongole dengan sapi lokal yang ada di Indonesia. Salah satu ciri khas sapi peranakan ongole adalah kulitnya didominasi oleh warna putih. Sebagian kulit kepala, pinggul, dan leher berwarna keabu-abuan. Sapi ongole berkulit tipis dan elastis. Selain itu, ciri sapi peranakan ongole berleher pendek dengan pungung besar dan panjang (berpunuk), serta berpinggang lebar.
2. Sapi Simental
Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus (Jacoeb, 1991), berasal dari daerah Simme di negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan Amerika, merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat kemerahan (merah bata), dibagian muka dan lutut kebawah serta ujung ekor berwarna putih, sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasanya 800 kg. Bentuk tubuhnya kekar dan berotot, sapi jenis ini sangat cocok dipelihara di tempat yang iklimnya sedang  persentase karkas sapi jenis ini tinggi, mengandung sedikit lemak, dapat difungsikan sebagai sapi perah dan potong (Jacoeb, 1991).
Ada beberapa cara untuk melakukan penilaian hasil akhir terhadap sapi-sapi potong, yang selanjutnya bisa dipakai untuk melakukan penafsiran hasil karkas atau daging. Memang semua peternak atau tukang potong memiliki cara dan pengalaman yang berbeda-beda. Akan tetapi mereka yang belum opernah melakukan penilaian perlu suatu pengalaman dari para peternak (Sugeng,1993). Untuk bisa memperoleh suatu score yang baik para peternak bisa melakukan pengamatan dari berbagai arah, yakni dari arah samping, belakang dan depan, kemudian memegang dan mengukur sapi-sapi tadi.  Hal ini sesuai pernyataan AAK (1990) sapi-sapi dapat di identifikasi dari 3 arah yaitu pengamatan dari samping, pengamatan dari belakang dan pandangan dari depan.
Selain itu untuk menilai seekor sapi, diperlukan pengukuran pada bagian tubuh, hanya bagian-bagian penting saja yang perlu dilakukan adalah pengukuran.  Bagian-bagian tersebut adalah panjang tubuh, tinggi badan, dan lingkar dada (AAK,1990).


4.2.2 Konsep Pertumbuhan Ternak
Praktikum mengenai acara konsep pertumbuhan ternak kambing dilakukan di Experimental Farm Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman dan untuk pertumbuhan ternak sapi dilakukan di Pasar Hewan Sokaraja. Hasil yang diperoleh oleh kelompok kami untuk pertumbuhan ternak kambing yaitu bobot badan (BB) cempe betina 25,25 kg sedangkan untuk cempe jantan tidak ada. Bobot badan (BB) betina muda 33,86 kg, sedangkan untuk muda jantan tidak diperoleh data karena pada saat praktikum di Experimental Farm tidak terdapat muda jantan. Bobot badan (BB) dewasa jantan tidak ada, dewasa betina 46,16 kg.
Hasil yang diperoleh oleh kelompok kami untuk pertumbuhan ternak sapi yaitu bobot badan (BB) pedet jantan 59,29 kg, pedet betina 108,16 kg. Bobot badan (BB) muda jantan 108,16 kg, muda betina 201,64 kg. Bobot badan (BB) dewasa jantan 193,22 kg, dewasa betina 256 kg.
Pertumbuhan merupakan fenomena komplek, dimulai beberapa saat setelah sel telur dibuahi sampai ternak mencapai ukuran dewasa. Perkembangan adalah proses perubahan fungsi, bentuk dan struktur tubuh untuk mencapai sempurna, sejalan dengan terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai hasil koordinasi proses biologis dan proses kimia sejak fertilisasi sel telur dan diakhiri pada saat ukuran tubuh dan fungsi fisiologis ternak dewasa tercapai. Pertumbuhan terjadi karena perbanyakan sel (hyperplasia) dan pembesaran sel (hyperthropy), juga karena adanya penimbunan nutrisi akibat adanya kebutuhan untuk hidup pokok. Laju pertumbuhan dimulai sejak fetus (janin), laju pertumbuhan janin pada awalnya lambat dan bertambah cepat sesuai umur kebuntingan, ¾ berat dari bobot lahir ternak dicapai pada bulan terakhir kebuntingan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bobot lahir ternak, yaitu : nutrisi induk, jumlah sekelahiran dan bangsa.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor external dan internal. Faktor external yang paling berperan adalah makanan, Faktor internal yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan adalah kebakaan dan endocrine atau sekresi hormonal pertumbuhan setelah sapih dipengaruhi faktor kebakaan. Namun manifestasinya harus ditunjang faktor lingkungan. Dengan ransum sama, beberapa ternak ada yang tumbuh lebih lambat. Perbedaan pertumbuhan ini pengaruh dari faktor genetik. Kelenjar endocrine adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran dan memproduksi hormon yang disekresikan ke dalam darah. Hormon adalah zat kimia dari kelenjar endocrine yang dibawa aliran darah ke berbagai tubuh dan menimbulkan pengaruh yang specifik. Kelenjar yang mempengaruhi pertumbuhan adalah : kelenjar pituitary, kelenjar thyroid, kelenjar ovarium, kelenjar testes, kelenjar adrenal (Admin,2009).
Setelah lahir, pertumbuhan ternak akan mengikuti kurva sigmoid (berbentuk huruf S). Fase inflasi point (IP) terjadi pertumbuhan paling tinggi, dewasa kelamin tercapai, efisiensi biologis maupun ekonomi, dan mortalitas rendah.Untuk tujuan produksi daging, ternak akan lebih menguntungkan bila dipotong pada sekitar fase kurva umur jual (UJ), pada UJ tercapai karkas ideal, yaitu: otot maksimum dan lemak optimum. Tingkat gizi pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan. Bila level pakan rendah, pertumbuhan akan terhambat.
Ternak muda yang mengalami kekurangan pakan, bila diberikan pakan bermutu tinggi akan memperbaiki laju pertumbuhannya dengan munculnya pertumbuhan kompensatori. Laju pertumbuhan maksimum akan dicapai bila kondisi lingkungan sangat menunjang. Faktor inheritan (pewarisan sifat genotipe ternak) merupakan pembatas terhadap tingkat pertumbuhan dan dewasa tubuh (Admin, 2009).

4.1.3        Proses Pemotongan di Rumah Potong Hewan

Ternak potong dipelihara bertujuan untuk menghasilkan produk daging.  Pada ternak potong yang jarang digunakan untuk kerja memiliki otot yang tidak begitu menonjol dibandingkan dengan ternak kerja.  Ternak potong memiliki perototan yang cukup.  Otot- otot yang telah kami amati baik untuk sapi dapat terlihat jelas setelah ternak tersebut dipotong dan diambil bagian jeroannya.
Produksi sapi potong yang baik adalah sapi yang memiliki persentase karkas yang tinggi. Yang dimaksud dengan karkas adalah hasil potongan setelah dikurangi kepala, kulit, dengkil, darah dan isi perut. Untuk memberikan suatu batasan mengenai hasil karkas yang baik sebenarnya tidak mudah.  Sebab setiap konsumen memiliki selera dan tuntutan sendiri.  Bagi para peternak dan tukang potong (jagal) menghendaki persentase hasil pemotongan yang bagus, yakni sapi yang mempunyai ukuran atau porsi  isi perut, kepala, cakar sedikit, tetapi memiliki daging yang tebal dan atau kerangka sedikit, dagingnya halus dan tidak mengandung banyak lemak, warnanya merah muda.
Ada beberapa cara untuk melakukan penilaian terhadap sapi yang siap dipotong antara lain:
1.        Dengan cara memegang pangkal ekor dan tulang duduk
2.        Penilaian melalui tulang duduk
3.        Penilaian melalui kedua pantatnya
4.        Penilaian pada kemudi dan tulang duduk
5.        Penilaian di tepi tulang kemudi
6.        Penilaian pada bagian sudut perut belakang
7.        Penilaian pada tulang iga
Setiap konsumen harus mengetahui mutu daging yang akan dibeli, sebaliknya para jagal harus mengetahui hasil potong yang yang akan dipasarkan.  Mutu daging sangat bergantung pada berbagai faktor, antara lain:
1. Umur
Sapi yang sudah tua mutu dagingnya sangat rendah, apalagi bila sapi tersebut sering dipakai untuk bekerja atau untuk membajak. Daging sapi yang sudah tua biasanya berwarna merah tua, serabutnya kasar dan apabila dimasak terasa liat. Sebaliknya sapi yang masih muda (sekitar umur 1,5-2,5 tahun) dagingnya akan berwarna merah terang, serabutnya halus dan apabila dimasak akan terasa lebih empuk.
2. Kondisi waktu hidup
Sapi-sapi yang dipotong dalam kondisi gemuk dan sehat, dagingnya tentu akan lebih baik dari pada sapi-sapi dalam kondisi yang kurus. Walaupun sapi yang dipotong itu masih muda, tetapi jika kondisi badan tidak sehat dan kurus, mutu dagingnya jelek dan liat, karena jaringan-jaringan yang ada hanya serabut-serabut kasar tanpa diselubungi oleh sel-sel daging yang cukup.
Saat praktikum sapi-sapi yang akan dipotong sebelumnya mendapatkan perhatian yang khusus, sapi ditempatkan di tempat tertentu yang tenang, dan sapi harus diberi waktu istirahat yang cukup, tetapi ada sapi yang begitu datang langsung dipotong, sapi yang datang lansung dipotong adalah sapi yang dari daerah sekitar Rumah Potong Hewan, sedangkan sapi yang dari luar daerah diistirahatkan dahulu sebelum dipotong, hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Sugeng, 1994) yang menyatakan sapi yang didatangkan dari luar daerah yang jauh harus diistirahatkan terlebih dahulu agar jiwanya tidak tertekan.  Sapi yang mendapat perlakuan yang kasar akan mengakibatkan goncangan jiwa yang yang berat (stress)
Waktu praktikum di Rumah Potong Hewan Mersi pemotongan sapi dilakukan oleh jagal-jagal yang sudah berpengalaman, pemotongan hewan ternak sapi memiliki tahapan pemotongan yaitu:
1.      Viksasi merupakan tahapan dari sapi dilepaskan dari ikatan, kemudian direbahkan dengan keempat kaki yang sudah diikat satu pasang. Tahap viksasi membutuhkan waktu 25 detik.
2.      Penyemelihan adalah tahapan sapi disembelih hingga terputusnya urat nadi pada leher. Waktu yang digunakan jagal untuk penyembelihan adalah sekitar 14 detik.
3.      Pengeluaran darah adalah tahapan dimana darah dikeluarkan sampai habis dan ditampung pada sebuah lubang sampai menggumpal. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar 54 detik.
4.      Pemisahan kepala dan dengkil merupakan pemisahan kepala dan dengkil dengan tubuh ternak. Pemisahan ini membutuhkan waktu sekitar 30 detik
5.      Pengulitan merupakan pemisahan kulit dari daging. Waktu yang dibutuhkan tahap ini sekitar 18 menit, semakin kecil ukuran ternak maka semakin cepat proses pengulitannya.
6.       Eviscerasi yaitu pengeluaran jeroan menuju pembersihan organ pencernaan seperti usus. Waktu yang dibutuhkan eviscerasi yaitu sekitar 2 menit.
7.      Penanganan karkas adalah saat karkas mulai digantung  sampai ditimbang. Penyelesaian tahap ini sekitar 15menit.
8.      Penanganan non karkas merupakan pembersihan usus, kulit, organ respirasi, dan pencernaan dari kotoran sampai ditimbang. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini adalah sekitar 9 menit.
Tahapan pemotongan haruslah cepat untuk dikerjakan oleh jagal, dikarenakan semakin cepat pemotongan maka semakin banyak hewan yang dipotong di Rumah Potong Hewan Mersi, semakin banyak pula uang yang diperoleh oleh jagal. Perlakuan setelah pemotongan yaitu pemeriksaan post mortem yang dilakukan oleh dokter hewan di Rumah Potong Hewan Mersi. Bagian yang dilakukan pemeriksaan adalah jantung, hati, dan limpa. Jika dalam organ ini terdapat cacing maka organ tersebut akan dimusnahkan yaitu dengan dibakar. Karkas yang telah dipotong tidak dicuci, hal ini dikarenakan apabila dicuci maka daging akan cepat membusuk. Sartika (2005) menyatakan bahwa, peningkatan keamanan pangan terhadap makanan asal hewan yang akan dikonsumsi manusia dan penanganan buah atau sayur-sayuran segar yang dipupuk dengan kotoran sapi, perlu ditegakkan untuk mencegah dan menurunkan prevalensi food borne pathogens selama dalam mata rantai penyiapan makanan mulai dari produksi protein hewani di peternakan sampai dengan ditingkat rumah tangga.
Pemotongan ternak juga ditujukan untuk memperoleh keuntungn materi. Penghitungan keuntungan dapat diketaui dari jumlah harga pasaran setiap tubuh ternak dikurangi dengan biaya-biaya pemotongan. Dalam ternak potong yang paling banyak mendukung untuk keuntungan adalah karkas, dikarenakan karakas merupakan bagian yang paling banyak dalam tubuh ternak. Persentase karkas murni dapat diketahui dari obot karkas semu dibagi dengan bobot tubuh kosong dikalikan 100%. Hasil presentase karkas murni sapi yang kami amati adalah 40,15 %. Dari hasil ini sapi yang kami amati termasuk sapi ukuran sedang.


.
                                                                                                                                                     V.     KESIMPULAN

1.    Ternak potong yang dipelihara oleh penduduk adalah kambing (Peranakan Etawa, Saanen, Jawa Randu), Sapi (Simental, Peranakan Ongol, Brangus, Limausin), Domba ( Ekor Gemuk, Merino), Kerbau (Kerbau Lumpur, Kerbau Sungai).
2.    Pertumbuhan merupakan fenomena komplek, dimulai beberapa saat setelah sel telur dibuahi sampai ternak mencapai ukuran dewasa.
3.    Ternak potong dipelihara untuk memperoleh dagingnya, perlemakan ataupun otot-otot superficial dapat terlihat setelah ternak dipotong. Proses pemotongan hewan di Rumah Potong Hewan Mersi dimulai dari karantina hewan yaitu hewan dipuasakan sebelum dilakukan tahap pemotongan.
4.    Tahapan pemotongan yaitu: viksasi, penyemelihan, pengeluaran darah, pemisahan kepala dan dengkil, pengulitan, eviscerasi, penanganan karkas, penanganan non karkas.
















DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1990. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta.
Admin, K. 2009. Ternak Potong di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Devendra,C.1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis.  Penerbit Universitas Udayana. Bandung.
Djarijah, Abbas Siregar. 1996. Usaha Ternak Domba. Kanisius. Yogyakarta.
Happyprana, T. 2009. Peternakan Kambing dan Domba Potong. Kanisius. Yogyakarta.
Jacoeb, Teuku Nusyirwan. 1991. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Sapi Potong. Direktorat Bina Produksi Peternakan.
Murti, T,W. 1988. Kerbau Kerja dan Kerbau Perah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Murtidjo. 1993. Ternak Potong di Daerah Tropis. UGM Press. Yogyakarta.
Priyo, Caturto N. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Depdiknas. Jakarta
Sartika, dkk. Analisis Mikrobiologi Escherichia Coli O157:H7 pada Hasil Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya. Jurnal Kesehatan Vol 9 No 1: 23-25.
Sugeng, B,Y. 1993. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suharno, B. 1995. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Usmiati, Sri. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian : Bogor.