MAKALAH AKHIR ILMU TERNAK UNGGAS
“PENETASAN TELUR”
Disusun Oleh:
Kelompok 6B
Asisten : Faiz Alawi Y.
1.
Fikri Nurul Imam D1E010160
2.
Fahrul Budi S . D1E010161
3.
Ridho Tri P. D1E010162
4.
Kuspriyadi D1E010163
5.
Gesit Wicaksono D1E010164
6.
Erlindani Setya M. D1E010165
7.
Aji Pamukti D1E010166
8.
Ariesta Dwi A. D1E010167
9.
Laeli Al- kuriyah D1E010168
KEMENTRIAN PENDIDIKAN
NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2012
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Unggas adalah jenis hewan ternak kelompok burung
yang dimanfaatkan untuk daging dan/atau telurnya serta jenis burung yang
tubuhnya ditutupi oleh bulu. Umumnya unggas merupakan bagian dari ordo
Gallifores (seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe hewan yang berkembangbiak dengan
cara bertelur.
Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gisi
seperti air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan
untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah
harus fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan
telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan,
telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya
telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk
dikonsumsi saja. Adapun untuk menetaskan
telur perlu diperhatikan hal-hal yang menunjang keberhasilan dalam menetaskan.
Untuk memperbanyak populasi hewan unggas seperti itik,
ayam, dan burung puyuh dibutuhkan cara penetasan telur yang tepat, yaitu
pengeraman telur tetas yang akan diperbanyak. Pengeraman ini dapat terjadi jika
sifat mengerami telur pada unggas itu telah muncul. Misalnya pada ayam buras,
sifat mengerami telur tampak jelas sekali. Pada saat sifat ini muncul, ayam
buras tidak akan mau lagi bertelur. Berbeda dengan ayam ras yang sifat
mengeramnya dapat diatur atau dihilangkan dari induknya.
Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan
yang sesuai untuk perkembangan embrio unggas. Lama penetasan telur ditempat pengeraman sangat tergantung dari
jenis hewannya. Semakin kecil hewan, semakin kecil telur yang dihasilkan. Dan,
semakin tinggi suhu badan hewan, semakin pendek waktu penetasan telurnya. Bila
bentuk telur dan ukurannya seragam, waktu penetasan akan selalu hampir
bersamaan. Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain
seperti itik dan puyuh tidak mempunyai sifat mengeram. Dahulu, untuk
memperbanyak populasinya hanya dengan seleksi alam, baik oleh induknya maupun oleh
lingkungan. Namun saat ini, dengan adanya alat penetas buatan akan mempermudah
perbanyakan populasi unggas ini.
Sudah sejak ribuan tahun sebelum masehi orang berusaha
dan mencoba penetasan tiruan tanpa melalui induk unggas. Usaha – usaha tersebut
antaralain dilakukan oleh orang Mesir kuno yang pada saat itu memang sudah
tinggi kebudayaannya. Usaha – usaha lain terdapat pula didaratan Cina, juga
ribuan tahun sebelum masehi. Di Mesir sebuah alat penetas tiruan dengan
memanfaatkan sinar matahari telah dicoba orang kala itu, jauh sebelum jaman
Aristoteles, dan menghasilkan anak ayam yang cukup banyak (persentase daya
tetas yang tinggi). Alatnya sederhana, berupa tungku – tungku yang dapat memuat
ribuan telur. Mesin tetas modern pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat
sekitar abad 17-an dan berkembang terus hingga kini.
Di Indonesia, sebenarnya mesin tetas buatan telah ada
sebelum zaman kemerdekaan dengan prinsip dan cara pengoperasian mirip dengan
mesin tetas sekarang. Usaha itu mulai dikembangkan pada akhir tahun 1959-an dan
berkembang terus hingga kini. Walaupun
masih dalam bentuk yang sederhana, tetapi Indonesia sudah mampu
membuatnya. Mulai dari kapasitas seratus hingga ribuan, karena memang
prinsipnya sederhana.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui apa itu penetasan telur.
2.
Mengetahui syarat penetasan telur yang baik.
3.
Mengetahui tata laksana penetasan
telur.
4.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi penetasan telur.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Penetasan telur
Penetasan telur adalah usaha
untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem
atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas
lainnya selama masa mengeram. Perbanyakan populasi unggas biasanya ditempuh
dengan cara menetaskan telur yang sudah dibuahi. Menurut Paimin (2000)
penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan
melaui penetasan buatan (mesin tetas). Kapasitas produksi unggas sekali
pengeraman hanya sekitar 10 – 15 butir telur. Akan tetapi, untuk mesin tetas
sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya (minimal 100 butir telur).
1.
Menetaskan telur dengan
induk ayam
Pengeraman telur secara alami
(dengan induk ayam) untuk memeperbanyak populasi telah dilakukansejak adanya
pemeliharaan ayam. Saat itu belum ada alat pengganti induk ayam. Semua proses
penetasan ditumpukan sepenuhnya pada induk ayam itu sendiri.
Yang perlu disiapkan untuk
proses ini adalah tempat penetasan telur yang kelak akan menghasilkan individu
baru. Tempat penetasan ini biasa disebut sarang atau sangkar. Alasnya terbuat
dari rumput atau jerami yang bersih dan lembut. Biasanya induk akan membuat
sendiri sarangnya dengan menggunakan naluri kehewanan nya dan dapat menentukan
baik tidaknya sarang yang telah dibuatnya. Bila hal ini diabaikan, kegagalan
penetasan menjadi lebih besar.
Saat ini campur tangan manusia
dalam pembuatan sangkar telah dilakukan, terutama pada induk ayam yang baru
belajar mengerami telurnya (Paimin, 2000). Penetasan telur secara alami mudah
dilakukan karena pengeraman telur sepenuhnya diserahkan pada induknya sehingga
tidak memerlukan pengetahuan khusus, tidak memerlukan peralatan khusus serta
tidak ada ketergantungan terhadap tersedianya sumber panas. Akan tetapi,
kejelekan dari penetasan alami diantaranya adalah kapasitasnya kecil, selama
mengerami telurnya tidak berproduksi telur serta memudahkan penularan penyakit
dari induk kepada yang baru menetas (Sukardi, 1999).
2.
Menetaskan telur
dengan alat tetas buatan
Berbeda dengan cara pertama,
maka pada cara kedua ini 100% aktivitas penetasan itu membutuhkan campur tangan
manusia dan sang induk tidak tahu menahu masalah penetasan. Induk unggas itu
hanya bertelur dan tidak punya tugas untuk menetaskan telur tetas melalui
aktivitas pengeraman. Selama mengeram hingga anaknya disapih, ayam atau unggas
itu tidak akan bertelur (Rasyaf, 1990).
Penetasan buatan dilakukan
dengan menggunakan alat yang disebut mesin tetas atau inkubator. Pada
prinsipnya penetasan buatan sama dengan penetasan alami, yaitu menyediakan
kondisi lingkungan (temperatur, kelembaban dan sirkulasi udara) yang sesuai
agar embrio dalam telur berkembang dengan optimal, sehingga telur dapat menetas
(Sukardi, 1999). Penetasan dengan alat tetas buatan terbagi atas dua car, yaitu
dengan matahari dan sekam serta mesin tetas. Alat – alat ini sederhana, bahkan
dapat kita buat sendiri. Dari kedua jenis ini pun terdapat bermacam – macam jenis
alat tetas yang prinsip kerjanya sama, karena umumnya menggunakan tenaga panas,
baik panas matahari maupun panas listrik ataulampu teplok (Paimin, 2000).
Mengapa penetasan telur perlu
dilakukan ?
1.
Karena ada jenis unggas yang
mempunyai naluri atau sifat mengeram sedikit atau bahkan tidak punya sifat itu
seperti itik, ayam arab, dan puyuh. Kalau menggunakan jasa menthok atau lainnya
maka perlu tambahan biaya untuk pemeliharaan menthok tersebut.
- Jumlah telur yang mampu dierami induk terbatas sehingga menyulitkan manajeman pemeliharaan. Jika mempunyai 10 ekor induk. Saat sekarang ada yang menetas, tiga hari kemudian ada yang menetas lagi, dua minggu ada yang menetas lagi, bahkan ada yang menetas mungkin satu-dua bulan lagi. Betapa kacaunya model pemeliharaannya karena harus punya beberapa kandang pembesaran.
- Agar produksi dari seekor induk lebih banyak. Hal ini disebabkan umur untuk berproduksi berkurang dengan adanya sifat mengeram dan mengasuh anak. Sehingga yang semula seekor induk hanya mampu berproduksi telur hanya 60-75 butir/tahun dapat meningkat menjadi 100-120 butir/tahun.
- Sebagai sarana pencegahan penyakit. karena di dalam proses penetasan buatan terdapat program penyucihamaan telur dan ruangan mesin tetas dengan desinfektan. Kalau penyucihamaan dilakukan dengan benar maka dapat memutus jalur penyebaran penyakit yang merugikan dapat merugikan (Harianto, 2008).
2.2
Syarat – Syarat Penetasan Telur
Agar mencapai hasil yang
diinginkan, maka telur yang ditetaskan harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut
:
1.
Suhu dan
perkembangan embrio
Embrio akan berkembang cepat
selama suhu telur tetap di atas 900F (32, 220C) dan akan
berhenti berkembang jika suhu dibawah 800F (26,660C),
sesudah telur diletakan dalam alat penetasan atau mesin tetas, pembelahan sel
segera berlangsung dan embrio akan terus berkembang sempurna dan menetas. Perlu
diperhatikan bahwa suhu ruang penetasan harus sedikit diatas suhu telur yang
dibutuhkan. Sehingga suhu yang diperlakukan untuk penetasan telur ayam menurut
kondisi buatan dapat sedikit berbeda dengan suhu optimum telur untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. Mulai hari pertama hingga hari kedelapan belas
diperlukan suhu ruang penetasan antara99 – 1000F (35 – 41,110C),
sedangkan pada hari kesembilan belas hingga menetas, sebaiknya suhu diturunkan
sekitar 2 – 30F (0,55 – 1,110C). Adapun suhu yang umum
untuk penetasan telur ayam adalah sekitar 101 – 1050F (38,33 – 40,550C)
atau rata – rata sekitar 100,40F. Cara ini bertujuan untuk
mendapatkan suhu telur tetas yang diinginkan.
2.
Kelembapan dalam
induk buatan
Selama penetasan berlangsung
diperlukan kelembapan yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan embrio.
Kelembaban nisbi yang umum untuk penetasan telur ayam sekitar 60 – 70 %.
Kelembaban juga mempengaruhi proses metabolisme kalsium (Ca) pada embrio. Saat
kelembaban nisbi terlalutinggi, perpindahan Ca dari kerabang ketulang – tulang
dalamperkembangan embrio lebih banyak. Pertumbuhan embrio dapat diperlambat
oleh keadaan kelembaban udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Sedangkan pertumbuhan embrio optimum akan diperoleh pada kelembaban nisbi
mendekati 60%.
Mulai hari pertama hiungga hari
kedelapan belas kelembaban nisbi yang diperlukan sebesar 60%, sedangkan untuk
hari – hari berikutnya diperlukan 70%. Biasanya, kelembaban dapat diatur dengan
memberikan air kedalam mesin tetas dengan cara meletakannya dalam wadah ceper.
3.
Ventilasi
Perkembangan normal embrio
membutuhkan oksigen (O2) dan mengeluarkan karbondioksida
(CO2) melalui pori – pori kerabang telur. Untuk itulah didalam mesin
tetas harus cukup tersedia oksigen.
Jika kerabang tertutup oleh
kotoran, pertukaran gas oksigen dan karbondioksida akan mengalami gangguan.
Dala keadaan yang demikian kadar karbondioksida akan meningkat sekitar 0,5%,
sedangkan kadar oksigen menurun sekitar 0,5%. Peningkatan kadar karbondioksida
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan berkurangnya daya teteas telur. Jika
kadar karbondioksida meningkat 1%, maka kematian embrio dapat meningkat.
Sedangkan jika peningkatan sebesar 5%, embrio akan mati sebelum menetas.
Penigkatan kadar karbondioksida yang masih diperbolehkan adalah sebesar 0,5 –
0,8%, dengan kadar optimum 0.5%. Menurut Djanah Djamalin (1981), perimbangan
udara dalam mesin tetas selama periode penetasan adalah 0,5% gas CO2
dan 21% O2 (Paimin,2000).
Jangka waktu lamanya penetasan
yang diperlukan pada masing – masing spesies unggas berbeda satu sama lain. Ada
kecenderungan, semakin besar ukuran tubuh dari masing – masing spesies semakin
besar pula ukuran telurnya dan semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk
menetaskan telurnya. Jangka waktu yang diperlukan untuk penetasan telur pada
masing – masing spesie dapat dilihat pada tabel berikut :
Spesies
|
Periode penetasan (hari)
|
Ostrich
|
42
|
Angsa
|
35
|
Itik manila
|
35
|
Kalkun
|
35
|
Itik
|
28
|
Puyuh bobwhite
|
24
|
Ayam
|
21
|
Puyuh Jepang
|
17
|
Burung merpati
|
17
|
(Sukardi, 1999).
2.3
Tata laksana Penetasan Telur
Keberhasilan penetasan telur
sangat tergantung pada manajemen penetasan. Hal – hal yang perlu diperhatikan
pada tatalaksana penetasan adalah :
1.
Sesuai dengan kegunaannya, telur dibedakan menjadi dua macam,
yaitu telur konsumsi dan telur tetas. Telur konsumsi umumnya berasal dari
unggas yang tidak dikawinkan, sehingga didalamnya tidak terkandung embrio (infertil). Jika telur tersebut dierami,
maka telur tersebut tidak dapat menetas, telur tetas adalah telur yang berasal
dari induk yang dikawinkan, sehingga Pemilihan telur
didalamnya terdapat embrio yang
dapat berkembang bila kondisi lingkungannya sesuai. Hal – hal yang perlu
diperhatikan dalam memilih teluryang akan ditetaskan adalah :
a.
Asal telur ; telur
yang akan ditetaskan harus berasal dari induk yang dikawinkan.
b.
Besar telu ; telur
yang terlalu kecil ataupun terlalu besar mempunyai daya tetas yang rendah.
Disamping itu ukuran (bobot) telur mempunyai korelasi positif dengan bobot
tetas, sehingga telur yang kecil akan menghasilkan bobot tetas yang kecil,
demikian pula sebaliknya.
c.
Bentuk telur ;
telur mempunyai bentuk oval (bulat telur) dengan dua ujung yaitu ujung tumpul
dan ujung lancip. Telur yang normal memiliki indeks telur sekitar 74%.
d.
Kerabang telur ;
kerabang telur disamping penting sebagai sumber mineral untuk pertumbuhan
embrio, juga untuk melindungi isi sel telur dari gangguan fisik serta mencegah
masuknya mikroba yang dapat merusak isi telur sehingga daya tetasnya rendah.
2.
Fumigasi
Telur yang baru diambil dari
kandang telah tercemar mikroba yang populasinya tergantung pada tingkat
kebersihan telur. Fumigasi merupakan upaya untuk membasmi mikroba tersebut.
Fumigasi dengan menggunakan gas formaldehyde digunakan secara luas pada
perusahaan penetasan telur, karena disamping mudah dilakukan, gas tersebut
mempunytai daya basmi terhadap mikroba yang tinggi ( Sukardi, 1999).
Persiapan penetasan
·
Dengan melakukan sanitasi /
membersihkan mesin tetas dari segala kotoran, kemudian dilakukan fumigasi
dengan menggunakan KMnO4 dan Formalin 40%, dengan perbandingan untuk
1 m³ diperlukan KMnO4 6 gram dan Formalin 40% 12 ml.
·
Wadah/bak air diisi dengan air
hangat-hangat kuku (38,5ºC), setelah itu bak air dimasukkan dalam mesin tetas.
·
Hidupkan mesin tetas dan
stabilkan suhu dalam mesin tetas hingga mendapatkan suhu yang konstan pada
skala 101ºF. Cara mengatur suhu dengan merubah kedudukan skrup termostat,
apabila suhu belum mencapai 101ºF lampu sudah mati maka skrup pada termostat
diputar ke kiri sampai menyala, atau sebaliknya apabila suhu sudah mencapai
101ºF tetapi lampu belum mati maka skrup pada termostat diputar ke kanan sampai
lampu mati. Pekerjaan ini di ulang-ulang hingga diperoleh suhu 101ºF, kemudian
tunggu selama 24 jam, apabila sudah tidak berubah lagi maka mesin tetas sudah
siap digunakan.
·
Susun telur
yang akan ditetaskan pada rak telur dengan posisi kemiringan 45 derajat, dan
bagian ujung tumpul berada diatas.
·
Penambahan kelembaban, untuk telur itik perlu
dilakukan penambahan kelembaban dengan pengabutan air pada telur maupun dalam
mesin atau telur di basahi dengan air hangat dilakukan setiap pembalikan telur.
Pelaksanaan penetasan.
a. Hari ke 1 : Masukkan telur ke dalam mesin tetas setelah langkah-langkah
persiapan sudah siap. Ventilasi ditutup rapat, suhu
101ºF, catat posisi telur pada kartu kontrol. Lakukan
pemerikasaan telur (candling) setelah 24 jam.
b. Hari ke 2 : Mesin tetas dibiarkan tertutup rapat, Suhu 101ºF.
c. Hari ke 3 : Mesin tetas dibiarkan tertutup rapat, Suhu 101ºF.
d. Hari ke 4 : Mulai pemutaran
telur, pemutaran telur dilakukan sehari 3 kali yakni pagi jam 06.00, siang jam
14.00, malam jam 22.00 (interval 8 jam) dengan cara membalik, mengeluarkan
telur beserta raknya. Pemutaran dilakukan diluar sambil
pendinginan 10 – 15 menit (Putar 3 kali dan pendinginan), Suhu 101ºF. Ventilasi
dibuka ¼ bagian, jangan lupa dicatat.
e. Hari ke 5 : Putar 3 kali dan pendinginan, ventilasi dibuka ½ bagian.
f. Hari ke 6 : Putar 3 kali dan pendinginan, ventilasi dibuka ¾ bagian.
g. Hari ke 7 : Putar 3 kali dan pendinginan,
dilakukan pemeriksaan telur dan hanya telur yang embrionya hidup yang
dimasukkan kembali kedalam mesin tetas, suhu 101 ºF, ventilasi dibuka
seluruhnya, air diperiksa dan jangan lupa dicatat.
h. Hari ke 8 : Putar 3 kali dan pendinginan, kontrol air. ventilasi dibuka
seluruhnya.
i. Hari ke 9 : Putar 3 kali dan pendinginan.
j. Hari ke 10 : Putar 3 kali dan pendinginan.
k. Hari ke 11 : Putar 3 kali dan pendinginan.
l. Hari ke 12 : Putar 3 kali dan pendinginan.
m. Hari ke 13 : Putar 3 kali dan pendinginan, kontrol air.
n. Hari ke 14 : Putar 3 kali dan pendinginan. dilakukan pemeriksaan telur
ke dua.
o. Hari ke 15 : Putar 3 kali dan pendinginan.
p. Hari ke 16 : Putar 3 kali dan pendinginan.
q. Hari ke 17 : Putar 3 kali dan pendinginan.
r. Hari ke 18 : Putar 3 kali dan pendinginan.
s. Hari ke 19 : Putar 3 kali dan pendinginan.
t. Hari ke 20 : Putar 3 kali dan pendinginan.
u. Hari ke 21 : Putar 3 kali dan pendinginan.
v. Hari ke 22 : Putar 3 kali dan pendinginan.
w. Hari ke 23 : Putar 3 kali dan pendinginan.
x. Hari ke 24 : Putar 3 kali dan pendinginan.
y. Hari ke 25 : Putar 3 kali dan
pendinginan. dilakukan pemeriksaan telur ke tiga, suhu dikontrol. Ventilasi
dibuka seluruhnya, air diperiksa jika perlu ditambah dengan air hangat.
Jangan lupa dicatat.
z. Hari ke 26 : Tidak dilakukan pemutaran tetapi tetap dikontrol.
aa. Hari ke 28 : Pada hari ini biasanya telur sudah mulai retak.
ab. Hari ke 29 : Pada hari ini biasanya telur sudah menetas, anak itik yang
sudah kering dikeluarkan dari mesin tetas.
Penanganan Anak itik
Setelah anak itik menetas mencapai umur satu hari, anak itik dipindahkan ke
kandang box dan diberi pemanas sebagai ganti induk itik dan diberi pakan
starter, pemeliharaan selanjutnya seperti memelihara itik unggas pada umumnya,
untuk itik seyogyanya pemberian pakan dicampur air (sedikit basah).
Pengakhiran praktikum
Mesin tetas yang sudah selesai digunakan dicuci sampai bersih dan
dicucihamakan kemudian dikembalikan ke ruang penetasan, seperti kondisi saat
peminjaman, keadaan mesin tetas utuh, peralatan thermometer, rak maupun
perlengkapan lainnya dikembalikan untuk disimpan atau digunakan lagi (Nuryati, 2000).
2.4
Faktor yang mempengaruhi Penetasan.
Beberapa faktor yang sangat berpengaruh dan harus menjadi perhatian khusus
selama proses penetasan berlangsung adalah :
1.
Sumber panas, karena mesin tetas ini sumber
panasnya dari energi listrik dan sebagai media penghantar panasnya menggunakan
lampu pijar, maka selama proses penetasan berlansung lampu pijar harus
diusahakan tidak terputus, kalau lampu pijar terputus harus segera diganti.
Lampu pijar harus mampu menghantarkan panas yang dibutuhkan untuk penetasan
yakni 101ºF (38,5ºC), untuk menjaga kestabilan suhu digunakan alat yang namanya
termoregulator.
2.
Air, berfungsi sebagai bahan untuk
mempertahankan kelembaban didalam ruangan mesin tetas, oleh karena itu air
didalam mesin selama proses penetasan berlangsung tidak boleh kering.
Kelembaban yang dibutuhkan pada penetasan umur 1 hari – 25 hari adalah yang ideal
antara 60% - 70%, sedangkan pada hari ke 26 sampai menetas membutuhkan lebih
tinggi yaitu 75%.
3. Operator, adalah orang yang mengoperasikan mesin tetas. Tugas operator selama penetasan adalah :
a. Mengatur suhu ruangan mesin tetas sesuai dengan suhu yang ditentukan.
b. Mengatur dan mengontrol kelembaban ruangan mesin tetas.
c. Mengatur ventilasi mesin tetas.
d. Melakukan pembalikan / pemutaran telur.
e. Melakukan pemeriksaan telur dengan alat teropong.
f. Mencatat semua kegiatan yang dilakukan selama penetasan berlangsung.
4. Pemutaran
telur, mempunyai tujuan untuk memberikan panas secara merata pada permukaan
telur, Selain itu untuk mencegah agar embrio tidak menempel pada salah satu
sisi kerabang telur. Pemutaran telur dilakukan dengan mengubah posisi telur
dari kiri ke kanan atau sebaliknya, untuk telur dengan posisi mendatar yang
bawah diputar menjadi diatas, apabila telur diberdirikan bagian yang tumpul
harus diatas.
5. Peneropongan, dilakukan karena untuk mengetahui keberadaan atau perkembangan embrio
secara dini. Peneropongan biasanya dilakukan sebanyak 3 kali selama penetasan
berlangsung yaitu pada hari ke 1, ke 7 dan hari ke 25 ( Gatot, 2009).
III.
KESIMPULAN
a.
Penetasan telur
adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur
yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam
atau unggas lainnya selama masa mengeram.
b.
Syarat
– syarat penetasan telur : suhu dan perkembangan embrio,
kelembapan dalam induk buatan
dan ventilasi.
c.
Tata laksana meliputi pemilihan telur dan fumigasi.
d.
Faktor yang
mempengaruhi Penetasan
yaitu :
-
Sumber panas,
-
Air,
-
Operator,
-
Pemutaran telur,
-
Peneropongan.
DAFTAR PUSTAKA
Gatot,
2009. Penetasan Telur. http://gatotleo.blogspot.com/2009/05/penetasan-telur.html. diakses tanggal 5 Mei
2012.
Harianto, Agus. 2008. Tips dan Trik
dalam Penetasan Telur Unggas. http://sentralternak.com/index.php/2008/09/01/tips-dan-trik-dalam-penetasan-telur-unggas/. Diakses tanggal 25 Mei 2012.
Nuryati, Tutik, dkk. 2000. Sukses Menetaskan Telur. PT
Penebar Swadaya. Jakarta.
Paimin, Farry. 2000. Membuat Dan
Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, Muhammad. 1990. Pengelolaan
Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.
Sukardi, dkk. 1999. Dasar Ternak
Unggas. Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto.
2 komentar:
apa boleh untuk memutar telor dengan manual pakai tangan?????mohon penjelasannya
boleh jika memang penetasan yg mesinnya blm canggih. namun harus disemprot disinfektan dlu agar mikroba yang ada di tangan itu berkurang. karena jika mikroba banyak itu akan mempengaruhi hasil penetasan
Posting Komentar