TUGAS
TERSTRUKTUR MANAJEMEN TERNAK PERAH
“Manajemen
Pakan Pada Sapi Perah”
Oleh:
Nama
: Erlindani
Setya M.
NIM : D1E010165
Kelas : B
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
PENDAHULUAN
Keberhasilan
suatu produksi bergantung kepada faktor genetik dan lingkungan, diantaranya
meliputi peningkatan kemampuan teknis peternakan, yang terdiri dari;
peningkatan kemampuan tatalaksana reproduksi, tatalaksana pemberian pakan, dan
tatalaksana pemeliharaan sehari-hari bagi peternak yang mutlak harus dimiliki.
Masalah penyebab kerugian suatu usaha peternakan sapi perah diakibatkan belum
dilaksanakannya tatalaksana yang baik dalam usaha peternakan sapi perah,
sehingga berpengaruh lebih lanjut terhadap aspek-aspek lainnya, terutama
menghambat peningkatan produksi susu. Sebagian peternak, kenyataannya belum
melaksanakan tatalaksana peternakan yang baik atau sesuai dengan harapan dalam
menjalankan usaha peternakannya
(Suherman, 2010).
Usaha
ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan
belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas
ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta
pengetahuan/ketrampilan petani yang salah satunya mencakup aspek pemberian
pakan. Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan
pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana
minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar
3,5- 4% dari bahan kering.
Kebutuhan
susu dalam negeri yang dapat dipasok dari produksi dalam negeri baru mencapai
45% (360.000 ton) dari total kebutuhan 800.000 ton, sehingga sisanya masih
diimpor dari luar negeri (Australia dan New Zealand, Kompas 2003). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka
produksi dalam negeri harus ditingkatkan, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Secara nasional, sebagian
besar agribisnis sapi perah merupakan peternakan rakyat yang ditangani
koperasi, sehingga sebagian besar (90%)
produksi susu ditangani oleh koperasi.
Peternakan rakyat menurut data tahun 2000, populasi sapi perah sebanyak
354,3 ribu ekor dengan skala kepemilikan 3-4 ekor per KK dan produktivitas
rendah sekitar 9-10 liter per ekor per hari.
Hal ini disebabkan antara lain kualitas pakan yang belum baik dan
pemeliharaan yang belum optimal. Pemberian pakan yang tepat sangat diperlukan
untuk mencapai tingkat pertumbuhan (Kasim,2011).
Kelangsungan hidup ternak bergantung
pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus mengandung gizi yang
tinggi. Pakan yang dikonsumsi digunakan untuk pertumbuhan, produksi hidup pokok
dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakteristik,
sistem dan fungsi saluran ternak. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen
pemberian pakan yang baik agar sapi bisa tumbuh dengan baik dan memiliki
produksi yang baik
(Kusnadi,2006).
ISI
Pakan
sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi ternak khususnya
sapi perah sehingga diperlukan perhatian yang lebih banyak. Semakin baik ketersediaan dan kualitas pakan
yang diberikan, maka akan semakin baik pula hasil produksi yang akan
didapat. Untuk meningkatkan produksi
dalam beternak sapi perah maka perlu diketahui jenis pakan dan bagaimana
manajemen pemberiannya, serta kebutuhan nutrien sapi perah untuk memenuhi hidup
pokok dan produksi (Akramuzzein,2009).
Pakan
adalah campuran berbagai macam bahan organik yang diberikan kepada ternak untuk
memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang di perluakan dbagi pertumbuhan,
perkembangan dan reproduksi, agar pertumbuhan dan produksi maksimal, jumlah dan
kandungan zat-zat makanan yang diperlukan ternak harus memadai
(Suprajitna,2008).
Bahan makanan sapi berupa hijauan dan konsentrat
(Sudono, 1999). Sapi perah biasa
mengkonsumsi berbagai jenis hijauan dan sisa-sisa hasil pertanian seperti
jerami padi atau jagung, dedak, maupun hasil ikutan pabrik misalnya bungkil
kacang tanah, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas bir, dan ampas kecap. Namun
ketersedian pakan masih menjadi masalah dalam beternak sapi perah.
Konsentrat akan meningkatkan kecernaan ransum, meningkatkan dan menjamin
kesinambungan produksi susu dalam jangka panjang. Hijauan
merupakan sumber makanan utama bagi ternak ruminansia untuk dapat hidup,
berproduksi dan berkembangbiak.
Pemberian
pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a)
sistem penggembalaan (pasture fattening)
b)
kereman (dry lot fattening)
c)
kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan
yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi,
pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput
raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50
kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak
10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang
sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan
konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah
dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus
atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai
penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat
sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak
1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari
berat badan per hari (Djarijah,1996).
Pemeliharaan
utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga
kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara
kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari
sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut
jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi
guna memperkuat kakinya (Djarijah,1996).
Reaves et al., 1973 menyatakan bahwa manajemen pakan
merupakan pengggunaan secara bijaksana sumberdaya yang dimiliki agar tujuan
pemberian pakan tercapai. Terdapat empat
tujuan pemberian pakan termasuk (1) memenuhi kebutuhan ternak akan nutrien, (2) palatabel, (3) ekonomis, dan (4)
baik untuk kesehatan ternak. Keseluruhan
tujuan pemberian pakan tercermin dari usaha
pemenuhan kebutuhan pakan secara kuantitas, kualitas dan kontinuitas serta
teknik pemberian pakan yang digunakan.
Kuantitas menjamin banyak sedikitnya pakan untuk ternak sesuai
kebutuhannya, kualitas merupakan baik buruknya pengaruh pakan terhadap ternak
dan kontinuitas menunjukkan kesinambungan ada tidaknya pakan untuk ternak serta
teknik pemberian pakan di lapang.
Pemberian
pakan pada sapi perah tidaklah sama namun tergantung pada periode sapi
perahnya, manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi laktasi), manajemen
pemberian pakan sapi perah (sapi dara), dan manajemen pemberian pakan sapi
perah (sapi pedet) (Utomo,2010).
Manajemen Pemberian Pakan Sapi Perah (SAPI LAKTASI)
Pemberian
pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking parlorberubah
mengarah ke sistem pemberian pakan yang baru. Meskipun metode yang lebih baru
tidak seefektif pemberian secara individual, sistem ini lebih ekonomis daripada
semua sapi diberi sejumlah konsentrat yang sama tanpa memperhatikan
produksi susu. Di samping itu, ada penghematan tenaga kerja dan fasilitas. Yang
paling baik perbaikan pemberian pakan mengkombinasikan “seni dan ilmu
pemberian pakan“ (Muljana,2005).
A. Phase
Feeding
Phase
Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke dalam
periode-periode berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu, konsumsi
pakan, dan bobot badan. Lihat ilustrasi bentuk dan hubungan kurva produksi
susu, % lemak susu, konsumsi BK, dan bobot badan. Didasarkan pada kurva-kurva
tersebut, didapatkan 4 fase pemberian pakan sapi laktasi:
1. Fase 1,
laktasi awal (early lactation), 0 – 70 hari setelah beranak.
Selama
periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai
pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi
susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan.
Selama fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara
manajemen yang penting. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb
per hari untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan
meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis. Namun perlu diingat,
proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat
menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum
tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21%
NDF dari total ransum. Bentuk fisik serat kasar juga penting, secara normal
ruminasi dan pencernaan akan dipertahankan bila lebih dari 50% hijauan
panjangnya 1” atau lebih.
Kandungan
protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi
atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan
penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi
susu. Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat me-menuhi kebutuhan
selama fase ini. Tipe protein (protein yang dapat didegradasi atau tidak
didegradasi) dan jumlah protein yang diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat
makanan ransum, metode pemberian pakan, dan produksi susu. Sebagai patokan,
yang diikuti oleh banyak peternak (di luar negeri) memberikan 1 lb bungkil
kedele atau protein suplemen yang ekivalen per 10 lb susu, di atas 50 lb susu.
Bila zat
makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak
akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat
diduga produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu
cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dandisplaced
abomasum. Untuk meningkatkan konsumsi zat-zat makanan:
§ beri hijauan
kualitas tinggi,
§ protein
ransum cukup,
§ tingkatkan
konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah beranak,
§ tambahkan
1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum,
§ pemberian
pakan yang konstan, dan
§ minimalkan stress.
2. Fase
2, konsumsi BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak.
Selama fase
ini, sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi susu puncak selama
mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat
makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit
meningkat. Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot
badan (dasar BK). Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi
1,5% dari bobot badan (berbasis BK) untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar
lemak susu yang normal. Untuk meningkatkan konsumsi pakan:
§ beri hijauan
dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari,
§ beri bahan
pakan kualitas tinggi,
§ batasi urea
0,2 lb/sapi/hari,
§ minimalkan stress,
§ gunakan TMR
(total mix ration).
Problem yang
potensial pada fase 2, yaitu:
§ produksi
susu turun dengan cepat,
§ kadar lemak
rendah,
§ periode silent
heat (berahi tidak terdeteksi),
§ ketosis.
3. Fase
3, pertengahan – laktasi akhir, 140 – 305 hari setelah beranak.
Fase ini
merupakan fase yang termudah untuk me-manage. Selama periode ini
produksi susu menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat makanan
dengan mudah dapat dipenuhi atau melebihi kebutuhan. Level pem-berian
konsentrat harus mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi, dan mulai
mengganti berat badan yang hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi membutuhkan
pakan yang lebih sedikit untuk mengganti 1 pound jaringan tubuh daripada
sapi kering. Oleh karena itu, lebih efisien mempunyai sapi yang meningkat bobot
badannya dekat laktasi akhir daripada selama kering.
4. Fase
4, periode kering, 45 – 60 hari sebelum beranak.
Fase kering
penting. Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat meminimalkan
problem metabolik pada atau segera setelah beranak dan meningkatkan produksi
susu selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus diberi makan terpisah dari
sapi laktasi. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang
spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan
yang tidak terganti pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian sebaiknya mendekati
2% BB; konsumsi hijauan minimal 1% BB; konsumsi konsentrat bergantung
kebutuhan, tetapi tidak lebih 1% BB. Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari
biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering.
Sapi kering
jangan terlalu gemuk. Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass
hay, lebih disukai untuk membatasi konsumsi. Level protein 12% cukup
untuk periode kering.
Sedikit konsentrat perlu diberikan
dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan:
§ mengubah
bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi
campuran pencerna hijauan dan konsentrat;
§ meminimalkan stress terhadap
perubahan ransum setelah beranak.
Kebutuhan Ca
dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang
berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P
meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral,
termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A,
D. dan E yang cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever,
mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet.
Problem yang
potensial selama fase 4 meliputi milk fever, displaced abomasum, retained
plasenta, fatty liver syndrome, selera makan rendah, gangguan metabolik lain,
dan penyakit yang dikaitkan dengan fat cow syndrome.
Manajemen kunci yang harus
diperhatikan selama periode kering, meliputi:
§ observasi
kondisi tubuh dan penyesuaian pemberian energi bila diperlukan,
§ penuhi
kebutuhan zat makanan tetapi cegah pemberian yang berlebihan,
§ perubahan
ransum 2 minggu sebelum beranak, dengan menggunakan konsentrat dan jumlah kecil
zat makanan lain yang digunakan dalam ransum laktasi,
§ cegah
konsumsi Ca dan P yang berlebihan, dan
§ batasi garam
dan mineral sodium lainnya dalam ransum sapi kering untuk mengurangi problem
bengkak ambing.
Pada waktu
kering, kondisi tubuh sapi 2 atau 3, sedangkan saat beranak 3,5–4,0. Selama 60
hari periode kering, sapi diberi makan untuk mendapatkan PBB: 120 – 200 lbs.
B. Challenge
Feeding (Lead Feeding).
Challenge feeding atau lead
feeding, adalah pemberian pakan sapi laktasi sedemikian sehingga sapi
ditantang untuk mencapai level produksi susu puncaknya sedini mungkin pada
waktu laktasi.
Karena ada hubungan yang erat antara
produksi susu puncak dengan produksi susu total selama laktasi, penekanan harus
diberikan pada produksi maksimal antara 3 – 8 minggu setelah beranak.
Persiapan
untuk challenge feeding dimulai selama periode kering;
§ sapi kering
dalam kondisi yang baik,
§ transisi
dari ransum kering ke ransum laktasi, mempersiapkan bakteri rumen.
Setelah
beranak challenge feeding dimaksudkan untuk meningkatkan
pemberian konsentrat beberapa pound per hari di atas kebutuhan sebenarnya pada
saat itu. Maksudnya adalah memberikan kesempatan pada setiap sapi untuk
mencapai produksi puncaknya pada atau dekat potensi genetiknya.
Waktu beranak merupakan pengalaman
yang sangat traumatik bagi sapi yang berproduksi tinggi. Akibatnya, banyak sapi
tertekan selera makannya untuk bebe-rapa hari setelah beranak. Sapi yang
berproduksi susu sangat tinggi tidak dapat mengkonsumsi energi yang cukup untuk
mengimbangi energi yang dikeluarkan. Konsekuensinya, sapi akan melepaskan
cadangan lemak dan protein tubuhnya untuk suplementasi ransumnya. Tujuan
dari pemberian pakan sapi yang baru beranak adalah untuk menjaga
ketergantungannya terhadap energi dan protein yang disimpan, sekecil dan
sesingkat mungkin. Penolakan makanan merupakan ancaman yang besar, sangat perlu
dicegah.
Challenge
feeding membantu sapi mencapai produksi susu puncaknya lebih dini daripada
yang seharusnya, sehingga keuntungan yang dapat diambil adalah, bahwa
pada saat itu, secara fisiologis sapi mampu beradaptasi terhadap
produksi susu tinggi.
C. Corral
(Group) Feeding (Pemberian pakan (group) di
kandang).
Pemberian
pakan secara individual pada sapi-sapi laktasi sudah mengarah kemechanized
group feeding. Hal ini dikembangkan untuk kenyamanan dan peng-hematan
tenaga kerja, dibandingkan ke feed efficiency. Saat ini, peternakan
dengan beberapa ratus sapi laktasi adalah biasa, dan beberapa peternakan
bahkan me-miliki beberapa ribu ekor. Untuk merancang program nutrisi
sejumlah besar ternak, dapat diadaptasikan terhadap kebutuhan spesifik
sapi-sapi perah, sapi-sapi di-pisahkan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan
produksi (dan kebutuhan nutrisi).
Bila
produser memutuskan pemberian pakan secara kelompok, perlu ditentukan jumlah
kelompok yang akan diambil. Untuk menentukan jumlah kelompok tersebut
pertimbangan perlu diberikan pada hal-hal berikut:
§
besar peternakan (herd size),
§
tipe dan harga bahan pakan,
§
tipe perkandangan, pemberian pakan, dan sistem
pemerahan
§
integrasi ekonomi secara keseluruhan dari operasional,
sebagai contoh tenaga kerja, mesin-mesin peralatan, dan lain-lain.
Pada
peternakan besar (lebih dari 250 sapi perah laktasi), sistem yang biasa
digunakan adalah minimal dibentuk 5 kelompok:
§ sapi-sapi
produksi tinggi (90 lb. susu/ekor/hari)
§ sapi-sapi
produksi medium (65 lb. susu/ekor/hari)
§ sapi-sapi
produksi rendah (45 lb susu/ekor/hari)
§ sapi-sapi
kering
§ sapi-sapi
dara beranak pertama
Lebih banyak
kelompok dapat dilakukan pada peternakan yang sangat besar bila kandang dan
fasilitas tersedia. Karena pertimbangan pemberian pakan dan sosial, disarankan
maksimal 100 ekor sapi per kelompok. Melalui sistem ini setiap ke-lompok
diberi makan menurut kebutuhannya. Kelompok dengan produksi tinggi harus diberi
makan yang mengandung zat-zat makanan kualitas tertinggi pada tingkat maksimal.
Sapi produksi medium harus diberi makan sedemikian sehingga dapat mengurangi
biaya pakan, meningkatkan kadar lemak, memperbaiki fungsi rumen,
mempertahankan persistensi. Sapi produksi rendah sebagaimana untuk produksi
medium hanya perlu dipertimbangkan untuk menghindari kegemukan yang berlebihan.
Salah satu
problem dalam pemberian pakan secara berkelompok menyangkut adaptasi tingkah
laku dari sapi-sapi yang baru dikelompokkan, seperti peck ordertetapi
masalah ini tidak terlalu besar. Untuk mengatasi masalah ini pindahkan beberapa
ekor sapi bersama-sama ke dalam kelompok baru sebelum diberi makan.
Bila program
pemberian pakan secara kelompok diikuti, konsentrat jarang diberikan di tempat
pemerahan, biasanya diberikan di kandang. Pemberian pakan berkelompok dapat
dengan mudah beradaptasi pada penggunaan complete feeds yaitu
konsentrat, hijauan, dan suplemen dicampur menjadi satu, tidak diberikan
terpisah. Beberapa produser yang menggunakan complete feeds lebih
menyukai pemberian hijauan kering, khususnya long stemmed hay secara
terpisah untuk meningkatkan stimulasi rumen dan fasilitas pencampuran,
karena long hay sulit dicampur dalam mixer.
Keuntungan
pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:
§ produser
dapat menggunakan formulasi khusus yang penting untuk ternak
§ mengeliminasi
kebutuhan penyediaan mineral ad libitum
§ konsumsi
ransum yang tepat
§ difasilitasi
pemberian pakan secara mekanis, sehingga mengurangi tenaga kerja yang
dibutuhkan
§ mengeliminasi
problem yang dikaitkan dengan konsumsi yang tidak terkontrol dari bahan pakan
tertentu
§ mengurangi
resiko gangguan pencernaan, seperti seperti displaced abomasum
§ mengurangi
pemberian pakan di tempat pemerahan
§ penggunaan
maksimal dari formulasi ransum biaya terendah
§ menutupi
bah.pakan yang tidak palatabel, seperti urea
§ dapat
diadaptasikan terhadap sistem kandang konvensional
§ memungkinkan
produser menetapkan rasio serat kasar terhadap proporsi konsentrat dalam ransum
§ mengurangi
resiko kekurangan micronutrient
§ menyediakan
operator dengan gambaran konsumsi pakan harian kelompok, yang kemudian dapat
digunakan memperbaiki manajemen
Di antara
kerugian dari pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:
§
memerlukan peralatan pencampuran yang khusus untuk
meyakinkan mencampur secara merata
§
tidak ekonomis membagi peternakan kecil ke dalam
kelompok-kelompok
§
tidak dapat diaplikasikan terhadap peternakan yang
digembalakan
§
sulit untuk membuat kelompok-kelompok pada beberapa
design kandang
§
dapat terjadi mismanagement seperti fat cow
syndrome dan problem kesehatan seperti kesulitan melahirkan,
reproduksi yang jelek, produksi rendah, konsumsi bahan kering rendah, dan
gangguan metabolik. Dalam berbagai kasus problem-problem tersebut tidak timbul
segera, biasanya muncul beberapa bulan kemudian.
(Anonim, 2010).
Manajemen
Pemberian Pakan Sapi Perah (SAPI DARA)
Antara disapih dan
beranak (12 minggu sampai umur 2 tahun) nutrisi sapi dara
sering tidak diperhatikan.Sebaiknya program manajemen pemberi
pakan ini meliputi 3 fase yang berbeda, yaitu:
1.
Sejak disapih (12 minggu)
hingga umur 1 tahun.
Selama
periode ini, sapi dara diberi makan hijauan free
choice dan butiran/ konsentrat
terbatas. Jumlah dan kandungan protein dari konsentrat ditentukan
oleh kualitas hijauan. Pastura dapat digunakan dengan baik dalam
program pemberian pakan,
sepanjang disuplementasi dengan grain mix, hijauan kering,dan
mineral yang mencukupi (dapat diberikan dalam grain
mix atau free choice). Perlu disediakan air bersih dan
segar.
Selama periode ini sapi dara jangan overfeeding dan
terlalu gemuk. Kondisi yang berlebihan akan
menghambat perkembangan jaringan sekretori ambing selama periode kritis (per-kembangan yang
maksimal) antara umur 3-9 bulan dan
menyebabkan produksi susu rendah.
Overconditioning setelah umur 15 bulan tidak mempengaruhi
jaringan sekretori ambing.
2.
Sapi dara, umur 1 tahun -
2 bulan sebelum beranak pada umur 2 tahun. B
Bila tersedia hijauan kualitas tinggi,
dapat menjadi satu – satunya bahan pakan
untuk sapi dara umur 1 tahun (tanpa konsentrat),
dilengkapi denganmineral mix yang disediakan free
choice (adlibitum). Sapi
dara dapat tumbuh 0,8-0,9 kg/hari. Bila pertumbuhan tidak
memuaskan dapat ditambahkan konsentrat.
3.
Dua bulan sebelum beranak -
beranak.
Pemberian pakan periode ini dapat mempengaruhi produksi susu selama laktasi pertama.
Selama 2 bulan terakhir kebuntingan sapi dara akan
bertambah bobot badannya sekitar 0,9 kg /hari,
sedangkan pada awal kebuntingan 0,8 kg/hari.
Sapi dara yang tumbuh dengan cepat pada waktu beranak
dan secara kontinyu tumbuh selama laktasi pertama alan menjadi
penghasil susu yang lebih persisten dibandingkan dengan sapi dara
yang full-size pada saat beranak.
Jumlah konsentrat yang
diberikan sebelum beranak akan dipengaruhi oleh : kualitas hijauan,
ukuran dan kondisi sapi dara. Sebagai patokan beri
konsentrat 1% dari bobot badan mulai 6 minggu sebelum beranak.
Ransum. perlu cukup protein, mineral, dan vitamin.
Kelebihan konsumsi garam akan
menyebabkan bengkak ambing, perlu dicegah pada 2
minggu terakhir sebelum beranak.
Sapi dara yang
tumbuh dengan baik tidak akan menghadapi problem yang
serius pada waktu beranak. Namun manajemen nutrisi dapat
memudahkan saat beranak dalam 2 hal, yaitu: (1) ukuran pedet,
dan (2) tingkat kegemukan induk. Sapi dara yang
gemuk akan menghadapi insiden distokia yang lebih tinggi karena pembukaan pelvic
yang kecil dan biasanya ukuran pedet yang
lebih besar. Underfeeding atau sapi dara yang tumbuh
jelek membutuhkan lebih banyak asisten saat beranak dan
resiko kematian lebih tinggi.
(Sudono,1990).
Manajemen Pemberian Pakan Sapi Perah (PEDET)
Satu fase
yang paling penting dari produksi ternak perah adalah pemberian pakan dan
manajemen pedet. Lebih dari 20% pedet mati sebelum sebelum mencapai umur
dewasa. Dengan manajemen yang baik mortalitas dapat ditekan 3-5%. Banyak pedet
mati karena kesalahan nutrisi, perkandangan dan manajemen yang tidak benar.
Dengan pemberian pakan, manajemen dan sanitasi yang baik (Arizona Dairy) dapat
menurunkan mortalitas hingga hanya 2,7% (1,4% pada waktu lahir dan selama 24
jam pertama, dan 1,3% setelah 24 jam).
Ada 4 bahan
pakan yang biasa diberikan pada pedet, yaitu: (a) kolostrum, (b) susu, (c) milk
replacer, dan (d) calf starter
Kolostrum perlu
diberikan secepat mungkin setelah kelahiran (idealnya 15 menit atau dalam
jangka waktu 4 jam) untuk proteksi terhadap penyakit. Kolostrum dapat diberikan
langsung dari induk, botol, atau ember. Pemberian kolostrum dini diperlu-kan
karena :
1. Pedet yang
baru lahir tidak mempunyai antibodi sebagai proteksi terhadap pe-nyakit.
2. Kemampuan
pedet untuk menyerap immunoglobulin (komponen proteksi
penya-kit) berkurang setelah 24-36 jam.
3. Pedet mudah
terinfeksi dengan bakteri patogen segera setelah lahir.
Kolostrum biasanya diberikan sekitar
6% dari bobot badan.
Surplus
kolostrum (kelebihan kolostrum) dapat dibekukan dan disimpan dalam jangka waktu
1 tahun atau lebih tanpa kehilangan nilai antibodinya. Dapat dicairkan,
panaskan sekitar 100°F. Sour colostrum adalah surplus
kolostrum yang disimpan dan difermentasi secara alami.
Kolostrum
terdiri dari bahan kering yang sepertiga lebih banyak dari susu ataureconstituted
milk replacer, dan sangat mudah dicerna. Oleh karena itu, penyimpan-an
untuk pemberian pakan selanjutnya sangat dianjurkan. Dapat diberikan secara
segar; dapat dibekukan kemudian dicairkan sebelum diberikan; atau disimpan
se-bagai sour colostrum. Encerkan hingga 25-50% bila akan diberikan
pada pedet lain (bukan yang baru lahir) untuk mencegah overfeeding dan scours
(diarrhae).
Pemberian
pakan dengan susu penuh (susu segar), pedet menerima sejumlah
terbatas susu hingga disapih. Pedet disapih bila telah mengkonsumsi cukup banyak
konsentrat. Metode ini merupakan yang terbaik ditinjau dari pertambahan bobot
badan (PBB) dan menimbulkan gangguan lambung yang terendah, tetapi susu
merupakan makanan yang mahal.
Milk replacer bervariasi dalam kualitas, pembeli perlu
mempelajari labelnya. Yang terbaik terdiri dari:
-
minimal 20% protein, semua dari produk susu
seperti skim milk, butter milkpowder, casein, milk albumen dll.
Bila protein dalam milk replacer berasal dari tumbuhan, perlu
protein lebih dari 22%. Sebagian besar protein dianjurkan dari produk susu.
-
lemak 10-20%
Milk
replacer dapat diberikan pada hari ke tiga setelah dilahirkan atau segera
setelah susu dapat dipasarkan. Ikuti cara yang ditetapkan oleh pabrik dalam
mencampur milkreplacer. Metode umum: 1 pound milk replacer ditambah
dengan 9 pound air.
Calf starter merupakan
campuran butiran yang secara khusus disiapkan untuk pedet. Jagung dan gandum
biasanya merupakan komponen utama dari calf starter.Starter mengandung
sumber protein tinggi plus mineral dan vitamin. Starter haruspalatable supaya
pedet dapat makan sesegera mungkin. Beberapa ada yang ditambah dengan molase
supaya terasa manis. Pedet lebih menyukai bentuk yang kasar daripada yang
digiling halus. Calf starter sebaiknya mengandung 16-18%
protein dan 72-75% TDN untuk mencukupi zat-zat makanan esensial bagi pedet.
Calf grower diberikan
bila pedet berumur 6-8 minggu. Level (kandungan) protein disesuaikan dengan
kualitas hijauan.
Hijauan berupa hay kualitas
bagus dapat diberikan bila pedet berumur 2 minggu atau umur 5-10 hari. Silage (jagung)
atau pastura jangan diberikan sebelum umur 3 bulan karena kandungan air yang
tinggi yang dapat membatasi konsumsi dan pertumbuhan (Sudono,1990).
KESIMPULAN
Keberhasilan
produksi sapi perah bergantung
pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus mengandung gizi yang
tinggi. Pakan yang dikonsumsidigunakan untuk pertumbuhan, produksi hidup pokok
dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakteristik,
sistem dan fungsi saluran ternak. Manajemen
pakan
merupakan pengggunaan secara bijaksana sumberdaya yang dimiliki agar tujuan
pemberian pakan tercapai. Terdapat empat
tujuan pemberian pakan termasuk (1) memenuhi kebutuhan ternak akan nutrien, (2) palatabel, (3) ekonomis, dan (4)
baik untuk kesehatan ternak. Keseluruhan
tujuan pemberian pakan tercermin dari
usaha pemenuhan kebutuhan pakan secara kuantitas, kualitas dan kontinuitas
serta teknik pemberian pakan yang digunakan.
Pemberian pakan pada sapi perah tidaklah sama
namun tergantung pada periode sapi perahnya, manajemen pemberian pakan sapi
perah (sapi laktasi), manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi dara), dan
manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi pedet)
1.
DAFTAR PUSTAKA
Akramuzzein.
2009. Program Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Untuk Tingkat Peternak Dan
Koperasi Menggunakan Microsoft Access. Skripsi Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Anonim, 2010. Master
Kuliah Manajemen Ternak Perah FAPET UNPAD. Bandung.
Anonim, 2010.
Master
Kuliah Manajemen Ternak Perah FAPET UNPAD. Bandung.
Djarijah,
Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius.
Kasim , S.N. dkk . 2011.
Strategi Pengembangan Usaha Sapi Perah Di Kabupaten Enrekang. Jurnal AGRIBISNIS
Vol. X (3) .
Kusnadi, Uka dan E. Juarini.
2006. Optimalisasi Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah Dalam Upaya
Peningkatan Produksi Susu Nasional. WARTAZOA Vol. 17 No. 2.
Muljana. 2005 Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi
Perah. Penerbit Aneka Ilmu. Semarang.
Reaves,
P. M., E. J. Robert, and M. E. William.
1973. Dairy Cattle: Feeding and
Management. John Wiley and Sons Inc. Canada.
Sudono, A. 1990. Pedoman
Beternak Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi Pertanian. Direktorat Jenderal
Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Sudono, A. 1999. Produksi
Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Suherman, Dadang. 2010. Evaluasi
Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem
Individu dan Kelompok di Rejang Lebong. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol.
3, No 1.
Suprajitna. 2008. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Diktat
Kuliah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Utomo, Budi dan Miranti D
P. 2010. Tampilan Produksi Susu Sapi
Perah Yang Mendapat Perbaikan Manajeman Pemeliharaan. Caraka Tani XXV No.1.
1 komentar:
untuk manajemen perkandangannya apasaja yang harus diperhatikan soalnya kemarin praktikum di exfarm banyak banget diantaranya mengitung kemiringan kandang,membersihkan tempat pakan serta lantai kandang dan memandikan sapi, semua cukup membantu thanks,,,, mahasiswa unsoed fapet
Posting Komentar