UNSOED
PURWOKERTO
PENDAHULUAN
Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai
upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit atau Organisme
Pengganggu dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri,
atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Indonesia
adalah negara yang bebas beberapa penyakit hewan menular baik penyakit hewan
eksotik maupun penyakit zoonosis. Dalam melaksanakan pencegahan dan penolakan
hama penyakit hewan karantina maka Karantina Hewan menerapkan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional.
Kebijakan Karantina Hewan adalah mempertahankan status bebas Indonesia dari
beberapa penyakit hewan menular utama (major epizootic disease), Memberlakukan
tindakan pengamanan maksimum (maximum security), melakukan pengawasan
pemeriksaan lalu lintas hewan dan produknya dengan maksud melindungi sumber
daya alam hayati fauna dari ancaman penyakit hewan berbahaya lainnya serta
penyakit eksotik. Selain itu menerapkan ”minimum disease program”.
Dalam
operasionalisasi kebijakan Karantina Hewan, dilakukan tindakan karantina
terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina disetiap entry/exit
point yang terdiri dari Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan,
Penahanan, Penolakan: Pemusnahan, dan Pembebasan yang dikenal dengan Tindakan
Karantina 8 (delapan) P.
Peranan dan fungsi karantina sangat penting dan strategis dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa begitu lancar seiring meningkatnya aktivitas manusia. Hal ini dapat menimbulkan mudahnya penyebaran hama penyakit hewan menular dari suatu negara ke negara lain.
Peranan dan fungsi karantina sangat penting dan strategis dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa begitu lancar seiring meningkatnya aktivitas manusia. Hal ini dapat menimbulkan mudahnya penyebaran hama penyakit hewan menular dari suatu negara ke negara lain.
Untuk
itu Karantina Hewan dituntut harus mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara
professional, mandiri dan lebih moderen. Karantina menerapkan Sanitary and
Pythosanitary Agreement (SPS) – WTO terhadap lalu lintas komoditas pertanian
khususnya hewan dan produk asal hewan. Hal ini ditujukan untuk mencegah
masuknya penyakit zoonosa atau bahan pangan yang tercemar mikroba dan residu
(antibiotika, logam berat, pertisida, dan bahan kimia lainnya) yang dapat
berakibat pada kematian atau gangguan kesehatan pada manusia, hewan serta
kelestarian sumber daya alam hayati dan lingkungan hidup.
ISI
Pengertian
Karantina
Lalu lintas ternak merupakan bagian yang amat penting dalam
proses penyebaran suatu penyakit. Oleh karena itu pengawasan lalu lintas ternak
dan/atau melalui tindakan karantina yang ketat akan dapat mencegah penjalaran
suatu penyakit dari tempat yang satu ke tempat yang lain (Dharma dan Putra,
1997).
Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai
upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme dari
luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya
dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Anonim, 1992).
Tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mencegah hama dan penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan atau
keluar dari wilayah negara Republik Indonesia (Anonim, 2006).
Upaya atau tindakan pencegahan dalam arti luas berarti
penolakan suatu penyakit yang belum pernah dikenal sebelumnya (penyakit
eksotik) masuk ke suatu wilayah bebas. Dalam arti sempit tindakan pencegahan
dapat berarti mencegah terinfeksinya suatu individu terhadap suatu penyakit
yang telah ada pada wilayah tercemar (Dharma dan Putra, 1997).
Landasan Hukum
Operasional Karantina
Karantina mempunyai landasan hukum operasional (Anonim, 2006)
yang terdiri dari:
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina
Hewan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 110/Kpts/Tn.530/2/2008
tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Pertanian Nomor
206/Kpts/Tn.530/3/2003 Tentang Pengelolaan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan
Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa
Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 422/Kpts/Lb.720/6/1988 tentang Peraturan Karantina Hewan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096/Kpts/Tn.120/10/1999
tentang Pemasukan Anjing, Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya ke Wilayah/Daerah
Bebas Rabies di Indonesia
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 443/Kpts/Tn.540/7/2002
tentang Pernyataan Pulau Bali Bebas dari Penyakit Brucellosis
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 367/Kpts/Tn.530/12/2002 tentang
Pernyataan Negara Indonesia Tetap Bebas dari Penyakit Bovine Spongiform
Encephalopathy (BSE)
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 566/Kpts/Pd.640/10/2004
tentang Pernyataan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten dan Jawa
Barat Bebas dari Penyakit Anjing Gila (Rabies)
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 445/Kpts/Tn.540/7/2002
tentang Pelarangan Pemasukan Ternak Ruminansia dan Produknya dari Negara
Tertular Penyakit Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE)
Surat Keputusan Menteri Pertanian No.45 /Kpts /ct.210 / 2/
1986. Tanggal 6 Februari 1986. Tentang Pelaksanaan dan Fungsi Pusat Karantina
Pertanian.
Tugas Pokok
Karantina Hewan
Tugas Pokok Karantina adalah melaksanakan perkarantinaan
tumbuhan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan hewan budidaya (Anonim,
2006)
Operasionalisasi
Karantina Hewan
Dalam menyelenggarakan kegiatan operasional pengawasan dan
pemeriksaan lalu lintas hewan dan produknya di lapangan, Karantina Hewan
sebagai enquiry point (batas pemeriksaan) yang didukung oleh kelembagaan unit
pelaksana teknis yang terdiri dari 2 Balai Besar Karantina Hewan, 8 Balai
Karantina Hewan Kelas I, 4 Balai Karantina Hewan Kelas II, 5 Stasiun Karantina
Hewan Kelas I dan 20 Stasiun Karantina Hewan Kelas II yang tersebar diseluruh
Nusantara. Sumberdaya manusia terdiri dari medik veteriner 111 orang, 335
paramedik veteriner dan sarana pendukung berupa kantor, instalasi karantina,
peralatan laboratorium dan lainnya. Pemasukan dan pengeluaran komoditi
strategis hasil pertanian telah ditetapkan sebagai kebijakan umum berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Setiap
pemasukan dan pengeluaran komoditas hasil pertanian termasuk
hewan, bahan asal hewan, dan hasil bahan asal hewan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
Disertai Sertifikat Kesehatan Hewan, Bahan asal hewan, atau
Hasil bahan asal hewan;
Melalui pintu masuk dan atau pintu keluar yang telah
ditetapkan pemerintah
Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina ditempat
pemasukan dan pengeluaran untuk dilakukan tindakan karantina.
Disamping ketiga persyaratan tersebut diatas, lalu-lintas
komoditi hasil pertanian (hewan, bahan asal hewan, maupun hasil bahan asal
hewan) dapat pula diwajibkan memenuhi persyaratan teknis lainnya yang
ditetapkan pemerintah, sepanjang tidak bertentangan dengan perjanjian SPS –
WTO. Sebagaimana diketahui pelaksanaan tindakan karantina didasarkan atas UU
No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dan sejalan dengan
pelaksanaan perjanjian Sanitary and Pythosanitary Agreement (SPS – WTO) dengan
tujuan untuk mencegah masuk, tersebar dan keluarnya hama penyakit berbahaya
yang dapat mengancam keamanan dan kesehatan manusia, hewan, ikan, dan tumbuhan,
serta kelestarian lingkungan hidup. Secara umum pelaksanaan tindakan karantina
khususnya terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan
Dilakukan untuk mengetahui kelengkapan isi dokumen dan
mendeteksi hama dan penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi
media pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina, alat angkut.
Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media pembawa dilakukan secara fisik dengan
cara pemeriksaan klinis pada hewan atau pemeriksaan kemurnian atau keutuhan
secara organoleptik pada bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda
lain.
b. Pengasingan
Dilakukan terhadap sebagian atau seluruhnya media pembawa
untuk diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakukan dengan tujuan untuk
mencegah kemungkinan penularan hama penyakit hewan karantina.
c. Pengamatan
Mendeteksi lebih lanjut hama penyakit hewan karantina dengan
cara mengamati timbulnya gejala hama penyakit hewan karantina pada media
pembawa selama diasingkan dengan mempergunakan system semua masuk – semua
keluar.
d. Perlakuan
Merupakan tindakan untuk membebaskan dan mensucihamakan media
pembawa dari hama penyakit hewan karantina, atau tindakan lain yang bersifat
preventif, kuratif dan promotif.
e. Penahanan
Dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi
persyaratan karantina atau dokumen yang dipersyaratkan oleh Menteri lain yang
terkait atau dalam pemeriksaan masih diperlukan konfirmasi lebih lanjut.
f. Penolakan
Dilakukan penolakan apabila media pembawa tersebut berasal
dari daerah/Negara terlarang karena masih terdapat/tertular atau sedang wabah
penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan ditemukan
gejala adanya penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan
tidak dilengkapi dengan dokumen karantina (sertifikat kesehatan).
g. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan apabila media pembawa yang ditahan
tersebut melewati batas waktu yang ditentukan dan pemilik/kuasanya tidak dapat
memenuhi persyaratan yang diperlukan, atau terhadap media pembawa tersebut ditemukan
adanya hama dan penyakit hewan karantina golongan I atau golongan II tetapi
telah diobati ternyata tidak dapat disembuhkan, atau hewan yang ditolak tidak
segera di berangkatkan/tidak mungkin dilakukan penolakan dan media pembawa
tersebut berasal dari daerah terlarang atau daerah yang tidak bebas dari
penyakit hewan karantina golongan I.
h. Pembebasan
Pembebasan dilakukan apabila semua kewajiban dan persyaratan
untuk memasukkan/mengeluarkan media pembawa tersebut telah dipenuhi dan dalam
pemeriksaan tidak ditemukan adanya/dugaan adanya gejala hama dan penyakit hewan
karantina, atau selama pengasingan dan pengamatan tidak ditemukan adanya hama
dan penyakit hewan karantina. Pembebasan untuk masuk diberikan dengan
sertifikat pelepasan/pembebasan sedang pembebasan keluar diberikan dengan
Sertifikat kesehatan.
1.
Sejarah kandang karantina cilacap
Stasiun Karantina
Pertanian Kelas I Cilacap merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina
Pertanian berdasar Permentan nomor :
22/Permentan/OT.140/4/2008. SKP Kls I Cilacap merupakan penggabungan eks
Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas I Cilacap dengan Balai Karantina Hewan Kelas I
Semarang Wilayah Kerja (Wilker) Cilacap. Untuk Karantina Tumbuhan di Pelabuhan
Tanjung Intan untuk pertama kali diselenggarakan pada tahun 1971 oleh Kantor
Karantina Tumbuhan Cabang Cilacap. Karantina Tumbuhan Cilacap selama kurun
waktu lebih dari 35 tahun telah mengalami beberapa kali perubahan nama,
termasuk status dan eseloneringnya, menjadi Eselon V dan terakhir berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian No. 499/Kpts/OT.210/8/2002 kantor ini mempunyai
Eselon IV.b dengan nama Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas II Cilacap.
Lokasi Karantina yang
sangat strategis yaitu di Pelabuhan Laut Tanjung Intan yang merupakan
satu-satunya pelabuhan di Pantai Selatan Pulau Jawa yang juga merupakan pintu
gerbang perekonomian bagi daerah Jawa Tengah bagian Selatan, seperti Kabupaten
Cilacap dan sekitarnya , Prop. Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Barat bagian Timur baik untuk perdagangan ekspor
impor maupun antar pulau.
Nilai lebih yang
dimiliki pelabuhan Laut Tanjung Intan Cilacap adalah pelabuhan dengan posisinya
di Samudera Indonesia yang terlindung oleh Pulau Nusakambangan, sehingga
kapal-kapal besar dengan draft sampai dengan -11 LWS dapat melakukan kegiatan
bongkar muat serta keluar masuk kapal dari dan ke Pelabuhan Tanjung Intan
dengan aman.
Keberadaan Karantina
Pertanian di Pelabuhan Laut Tanjung Intan sangat vital mengingat pelabuhan ini
merupakan pelabuhan antar benua dan antar negara dimana posisinya yang langsung
berhadapan dengan Samudera Indonesia. Dengan demikian Karantina Pertanian
Cilacap bisa dikatakan merupakan karantina perbatasan yang menangani kegiatan
lalu lintas antar negara/benua. Sehingga resiko sebagai pintu masuknya OPTK maupun
HPHK juga sangat besar.
Sejak ditetapkannya
Pelabuhan Cilacap menjadi Pelabuhan laut yang dibuka untuk perdagangan umum
luar negeri sesuai Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri
Keuangan RI dan Menteri Perhubungan RI nomor 114/KPB/VI69, menjadikan semakin
penting peranan Karantina Pertanian (Tumbuhan dan Hewan) karena berdasarkan
Undang Undang No. 16 Tahun 1992 mempunyai fungsi melakukan pengawasan dan
pencegahan masuknya OPTK dan HPHK
melalui Media Pembawa yang dilalulintaskan antar negara yang merupakan ancaman
dengan potensi masuknya OPTK dan HPHK menjadi semakin besar.
2.
Proses karantina impor sapi
BBKP melakukan Tindakan
Karantina Hewan. Tindakan Karantina dimulai dari pemeriksaan alat angkut
beserta dokumen kelengkapannya, Pemeriksaan Klinik terhadap Fisik Kesehatan
Sapi, Pemeriksaan Dokumen Alat Angkut Kapal laut & Sapi dari nahkoda,
Kegiatan Pembongkaran dengan cara menghalau ternak dari pedok kapal melalui
tangga kapal menu ketempat khusus menuju pintu kapal sdh siapkan truk
pengangkut ternak, lalu dibawa ke Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS) di
gudang Ternak Pemilik di Desa Hessa Air Genting Dusun IV Kec. Air Batu, Kab.
Asahan Sumatera Utara.
Tindakan Karantina
Hewan ini dilaksanakan para Petugas BBKP terdiri dari dua orang Medik Veteriner
dan tiga orang Paramedik Veteriner pada hari kelima nya diambil pengambilan
sampel darah sapi tersebut secara langsung. Metode Pengujian dengan cara Uji
Serologi Brucellla. Jika hasil lab menunjukkan negatif maka sapi tersebut dapat
dibebaskan dengan syarat kondisi sapi baik, sehat dan tidak dijumpai gejala
penyakit menular.
Impor hewan :
·
Impor
Hewan dan/atau Produk Hewan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan
sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan.
·
Untuk memperoleh penetapan sebagai
IT-Hewan dan Produk
Hewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), perusahaan
harus mengajukan
permohonan kepada Menteri dalam hal ini
Direktur Jenderal,
dengan melampirkan:
ü fotokopi
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha di bidang peternakan
dan kesehatan hewan;
ü fotokopi
Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
ü fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
ü fotokopi
Angka Pengenal Importir (API); dan
ü bukti
kepemilikan instalasi tempat pemeliharaan dan bukti kepemilikan Rumah Potong Hewan atau
kontrak kerja dengan Rumah Potong Hewan
yang telah memenuhi standar berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, untuk Bakalan; atau
ü bukti
kepemilikan tempat penyimpanan
berpendingin (cold storage) dan bukti
kepemilikan alat transportasi berpendingin, untuk Produk Hewan.
·
Direktur Jenderal atas nama Menteri
menerbitkan penetapan sebagai IT Hewan dan Produk Hewan paling lama
5 (lima) hari kerja setelah
dilakukan verifikasi lapangan oleh Tim untuk mengetahui kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat .
·
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap.
·
Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
terdiri dari pejabat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
·
Dalam hal hasil atas verifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditemukan data yang tidak benar, Direktur Jenderal menolak menerbitkan penetapan
sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan.
·
Penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama
2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang.
Persyaratan
Karantina
Media pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke
area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, wajib (Anomin, 2006) :
Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter
hewan karantina dari tempat pengeluaran dan tempat transit
Dilengkapi dengan surat keterangan asal dari tempat asalnya
bagi media pembawa yang tergolong benda lain
Melalui tempat-tempat pemasukkan dan pengeluaran yang telah
ditetapkan dan dilaporkan
Diserahkan kepada petugas karantina ditempat pemasukkan dan
pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina
Tempat pemasukan dan pengeluaran adalah pelabuhan laut,
pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos,
pos perbatasan dengan negara lain dan tempat-tempat lain yang ditetapkan
sebagai tempat untuk memasukkan dan atau mengeluarkan media pembawa (Anomin,
1992).
Tindakan Karantina
Tindakan karantina berupa pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.
Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa yang membahayakan
kesehatan manusia, dikoordinasikan dengan instansi yang bertanggungjawab
dibidang kesehatan masyarakat veteriner dan zoonosis. Dalam pelaksanaan
tindakan karantina terhadap alat angkut, penanggung jawab alat angkut wajib
memberitahukan kedatangan alat angkut kepada petugas karantina di tempat
pemasukan, dengan ketentuan :
Untuk alat angkut perairan, paling singkat 12 (dua belas) jam
sebelum alat angkut tiba di tempat pemasukan
Untuk alat angkut udara paling singkat 2 (dua) jam sebelum
alat angkut tiba di tempat pemasukan
Untuk alat
angkut darat dan kereta api yang secara khusus digunakan mengangkut media pembawa,
pada saat alat angkut tiba di tempat pemasukan (Anonim, 2006).
3.
Manajemen pemeliharaan
a. Perkandangan.
Secara umum, kandang
memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap
sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu
pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan
dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan
digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak
bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan
ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih
luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi
kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat
tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan.
b. Pakan.
Berdasarkan kondisi
fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena
pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan
bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan
mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.
Penelitian menunjukkan
bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang
memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara
mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan
konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu,
bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat
diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika
pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna
hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat
badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung,
alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan
rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.
Penentuan kualitas
pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan
kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar
tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh
enzim pencernaan.
c. Pengendalian
Penyakit
Dalam pengendalian
penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada
pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak
terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah :
-
Pemanfaatan kandang karantina. Sapi
bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan
tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui
pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap
lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing
karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi
rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan
mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu
mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang
sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi
baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak
menular kepada sapi lain yang sehat.
-
Menjaga kebersihan sapi bakalan dan
kandangnya. Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang
banyak karena mendapatkan pakan yang mencukupi, sehingga pembuangan kotoran
harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah
berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit.
-
Vaksinasi untuk bakalan baru. Pemberian
vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi
yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax.
Beberapa jenis penyakit
yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK),
kembung (Bloat) dan lain-lain.
Peranan Karantina
Hewan Dalam Pencegahan Dan Penolakan Penyakit
Peraturan karantina hewan
Dalam melaksanakan pencegahan dan penolakan hama penyakit
hewan karantina, diimplementasikan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan nasional dan internasional (Handayani dan Sumarno, 2009).
Ketentuan nasional yang erat kaitannya dengan karantina hewan
Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan
dan Kesehatan Hewan.
Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan
Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Oragnization
Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1978 tentang Penolakan,
Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan.
Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 tentang Karantina
Hewan;
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan.
PENUTUP
Kesimpulan
Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai
upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme dari
luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya
dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Tindakan karantina adalah
kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama dan penyakit hewan karantina masuk
ke, tersebar di, dan atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar