I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai
gizi serta nilai ekonomi yang tinggi. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap
tahunnya. Peluang
usaha beternak sapi potong sangat menjanjikan karena dengan melihat
meningkatnnya permintaan bahan makanan yang berasal dari hewan sebagai sumber
protein hewani khususnya daging. Dengan sumber daya alam yang dimiliki
Indonesia sebagai pendukung peluang usaha beternak sapi potong. Peluang
tersebut membuat para pengusaha besar maupun kecil berlomba-lomba untuk mencari
keuntungan dari berternak sapi potong.
Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan pre natal dan post natal.
Pertumbuhan pre natal adalah
pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan
pertumbuhan post natal adalah
pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati.
Fase pertumbuhan pada umur pedet, cempe atau genjik berbeda dengan fase
pertumbuhan pada ternak muda dan dewasa.
Pemotongan
sapi dilakakukan di Rumah Potong Hewan
karena untuk menstandarisasi daging yang akan dikonsumsi. Dengan proses
pemeriksaan kesehatan ternak sebelum di potong dan pemberian cap bahwa daging
telah melewati pemotongan di Rumah Potong Hewan. Dan proses pemotongan sapi di
Rumah Potong Hewan dilakukan oleh petugas yang terampil, menggunakan semi
modern, sehingga mampu memotong puluhan ternak saat waktu pemotongan. Walaupun
begitu, petugas tetap memegang kendali penuh atas proses pemotonganya. Dari
Rumah Potong Hewan yang dikunjungi, bisa diketahui bagaimana standar
pelaksanaan pemotongan yang baik, untuk kemanan pangan from stable to table.
1.2 Tujuan
a.
Praktikum
pengenalan bangsa ternak potong untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang
aneka bangsa ternak potong yang banayak dijumpai di Indonesia.
b.
Praktikum
konsep pertumbuhan ternak untuk memahami fenomena pertumbuhan pada ternak
potong khususnya pada periode natal.
c.
Praktikum
proses pemotongan di RPH bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami
tahapan-tahapan proses pemotongan secara baik dan benar., dan mahasiswa dapat
menjelaskan produk hasil pemotongan berupa karkas dan non kartkas, serta
menghitung secara ekonomi dari usaha pemotongan ternak tersebut.
1.3 Waktu
dan Tempat
a.
Praktikum
pengenalan bangsa dan konsep pertumbuhan domba atau kambing dilaksanakan di
eksperimental farm pada hari Senin, 09 April 2012.
b.
Praktikum Teknik Pemotongan Sapi dilaksanakan
di RPH Mersi pada hari Jumat, 14 April 2012.
c.
Praktikum
pengenalan bangsa dan konsep pertumbuhan sapi dan kerbau dilaksanakan di Pasar
Hewan Sokaraja pada hari Sabtu, 05 Mei 2012.
III. MATERI DAN CARA KERJA
2.1
Materi
2.1.1
Pengenalan Bangsa Ternak Potong
Alat:
a.
Jas praktikum
b.
Sepatu kandang
c.
Pita ukur
d.
Alat tulis
e.
Buku praktikum
f.
Kamera digital
Bahan:
a.
Ternak potong sapi
b.
Kambing
c.
Domba
d.
Kerbau
2.1.2
Konsep Pertumbuhan Ternak
Alat:
a.
Jas praktikum
b.
Sepatu kandang
c.
Pita ukur
d.
Alat tulis
e.
Buku praktikum
f.
Kamera digital
Bahan:
a.
Kambing
b.
Sapi
2.1.3
Proses pemotongan di Rumah Potong Hewan
Alat:
a.
Jas praktikum
b.
Sepatu kandang
c.
Pita ukur
d.
Alat tulis
e.
Buku praktikum
f.
Kamera digital
Bahan:
a.
Sapi
2.2 Cara Kerja
2.2.1
Pengenalan Bangsa Ternak Potong
1.
Mengamati ternak yang digunakan untuk
kegiatan praktikum.
2.
Mencatat identitas ternak yang
bersangkutan.
3.
Mengukur statistik vital ternak meliputi
lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.
4.
Menilai karakteristik atau performan
ternak secara fisik untuk mengetahui kondisi tubuh ternak apakah termasuk
gemuk, sedang atau kurus.
5.
Menggambar pola warna dari ternak
dilihat dari depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri.
6.
Mengabadikan ternak tersebut dengan
kamera.
7.
Meminta pengesahan atau persetujuan dari
asisten pendamping padasaat selesai praktikum.
8.
Mohon diri kepada petugas setempat.
9.
Meninggalkan tempat praktikum dengan
tertib.
2.2.2
Konsep Pertumbuhan Ternak
1.
Mengamati ternak yang akan dijadikan
objek praktikum.
2.
Mencatat identitas ternak yang
bersangkutan.
3.
Mengukur statistik vital ternak meliputi
lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.
4.
Menilai karakter atau performans secara
fisik untuk mengetahui kondisi gemuk, sedang, atau kurus dari ternak tersebut.
5.
Menentukan bobot badan ternak yang
diamati
6.
Menggambar kurva pertumbuhan ternak.
7.
Meminta pengesahan atau persetujuan dari
asisten pendamping pada saat selesai praktikum
2.2.3
Proses pemotongan di Rumah Potong Hewan
1.
Memperkenalkan diri kepada petugas
setempat.
2.
Mengamati ternak yang digunakan untuk
kegiatan praktikum
3.
Mencatat identitas ternak yang
bersangkutan.
4.
Mengukur statistik vital ternak meliputi
lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.
5.
Menilai karakteristik fisik atau
performan untuk mengetahui kondisi gemuk, sedang atau kurus dari ternak
tersebut.
6.
Mengamati proses pemotongan dan mencatat
waktu setiap tahapan pemotongan.
7.
Menimbang dan mencatat bobot karkas dan
non karkas yang dihasilkan.
8.
Mengabadikan proses pemotongan dan
produk yang dihasilkan dengan kamera.
9.
Menghitung analisis ekonomi dari usaha
pemotongan tersebut.
10.
Meminta pengesahan atau persetujuan dari
asisten pendamping pada saat selesai praktikum.
11.
Mohon diri kepada petugas setempat
12.
Meninggalkan tempat praktikum dengan
tertib.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengenalan
Bangsa Ternak potong
Sekilas
penampilan kambing mirip dengan domba. Akan tetapi untuk kambing memiliki ciri
khas yaitu berjanggut pada dagunya terutama pada kambing jantan dan pada
pangkal ekornya terdapat kelenjar yang mengeluarkan bau khas kambing. Perawakan
kambing agak ramping dan bulunya relatif tipis. Sewaktu mencari makan kambing
lebih suka berpencar. Sifat-sifat kambing tersebut tidak dimiliki oleh domba
(Suharno, 1995).
Dewasa
ini, kambing PE banyak dijumpai di Indonesia. Kambing ini merupakan hasil
persilangan antara kambing Etawa dengan kambing lokal/Kacang, dengan tujuan
lebih mampu beradaptasi dengan kondisi Indonesia. Kambing ini dikenal sebagai
kambing PE (Peranakan Etawa), dan saat ini juga dianggap sebagai kambing Lokal.
Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap
lingkungan lokal Indonesia. Tanda-tanda tubuhnya berada diantara
kambing Kacang dan kambing Etawa. Jadi ada yang lebih ke arah kambing Etawa,
ada sebagian yang lebih ke arah kambing Kacang. Kambing ini awalnya tersebar di
sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, dan saat ini hampir di seluruh Indonesia.
Pejantan mempunyai sex-libido yang tinggi, sifat inilah yang membedakan dengan
kambing Etawa. Ciri-ciri kambing PE adalah Warna bulu belang
hitam, putih, merah, coklat dan kadang putih. Badannya besar sebagaimana Etawa,
bobot yang jantan bisa mencapai 91 kg, sedangkan betina mencapai 63 kg. Telinganya
panjang dan terkulai ke bawah, bergelambir yang cukup besar Dahi dan hidungnya
cembung dan kambing jantan maupun betina bertanduk kecil/pendek. Daerah
belakang paha, ekor dan dagu berbulu panjang serta kambing Etawa mampu
menghasilkan susu hingga tiga liter per hari (Suharno, 1995).
Kambing Saanen ini aslinya
berasal dari lembah Saanen, Swiss (Switzerland) bagian barat. Merupakan salah
satu jenis kambing terbesar di Swiss dan penghasil susu kambing yang terkenal.
Sulit berkembang di wilayah tropis karena kepekaannya terhadap matahari. Oleh
karena itu di Indonesia jenis kambing
ini disilangkan lagi dengan jenis kambing lain yang lebih resisten terhadap
cuaca tropis dan tetap diberi nama kambing Saanen, antara lain dengan
kambing peranakan etawa. Ciri-ciri
kambing saanen adalah bulunya pendek berwarna putih atau krim dengan
titik hitam di hidung, telinga dan di kelenjar susu. Hidungnya lurus dan muka berupa segitiga dan
telinganya sederhana dan tegak ke sebelah dan ke depan. Ekornya tipis dan
pendek serta jantan dan betinanya bertanduk. Berat dewasa 68-91 kg (Jantan) dan
36kg - 63kg (Betina), tinggi ideal kambing ini 81 cm dengan berat 61 kg, di
saat tingginya 94 cm beratnya 81 kg dan produksi susu 740 kg/ms laktasi (Devendra, 1994).
Domba atau biri-biri (Ovis) adalah ruminansia dengan rambut tebal dan dikenal orang banyak
karena dipelihara untuk dimanfaatkan rambut (disebut wol), daging, dan susunya.
Yang paling dikenal orang adalah domba peliharaan (Ovis aries), yang diduga keturunan dari moufflon liar dari Asia Tengah selatan dan barat-daya. Untuk tipe lain dari domba
dan kerabat dekatnya, lihat kambing antilop. Domba berbeda dengan kambing (Djarijah, 1996).
Salah
satu ciri khas sapi ongole adalah kulitnya didominasi oleh warna putih.
Sebagian kulit kepala, pinggul, dan leher berwarna keabu-abuan. Sapi ongole
berkulit tipis dan elastis. Selain itu, ciri sapi ongole berleher pendek dengan
pungung besar dan panjang (berpunuk), serta berpinggang lebar. Berat sapi
jantan dewasa mencapai 400 kg dan sapi yang betina mencapai 310 kg. Salah satu
keunikan sapi ongle adalah sapi yang betina justru bertanduk lebih panjang dari
sapi jantan. Sapi yang banyak dijumpai di negara-negara Asia ini memiliiki
toleransi di daerah yang beriklim panas sekitar 18 – 40 0 C dan
curah hujan sekitar 76 – 89 cm per tahun (Suharno, 1995).
Beberapa
cara untuk melakukan penilaian hasil akhir terhadap sapi-sapi potong, yang
selanjutnya bisa dipakai untuk melakukan penafsiran hasil karkas atau daging.
Memang semua peternak atau tukang potong memiliki cara dan pengalaman yang
berbeda-beda. Akan tetapi mereka yang belum pernah melakukan penilaian perlu
suatu pengalaman dari para peternak (Sugeng,1993). Untuk
bisa memperoleh suatu score yang baik para peternak bisa melakukan pengamatan
dari berbagai arah, yakni dari arah samping, belakang dan depan, kemudian
memegang dan mengukur sapi-sapi tadi. Sapi-sapi
dapat diidentifikasi dari 3 arah yaitu pengamatan dari samping, pengamatan dari
belakang dan pandangan dari samping (Aak, 1990).
Kerbau
yang sering digunakan sebagai kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa. Jenis
kerbau ini banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara seperti Indonesia,
Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan Thailand. Kerbau jenis lumpur merupakan kerbau jenis
lokal yang banyak dijumpai di berbagai daerah (Murti, 1988).
Kerbau belang yang terdapat di Tana Toraja merupakan salah satu contoh kerbau
tipe ini. Karena berbadan besar dan lebar maka kerbau belang ini lebih cocok
dijadikan sebagai pedaging. Bobot badan kerbau jantan dan betina dewasa dapat
mencapai 700 – 800 kg (Suharno, 1995).
3.2 Konsep
Pertumbuhan Ternak
Laju pertumbuhan dimulai sejak fetus (janin). Laju pertumbuhan janin pada
awalnya lambat dan bertambah cepat sesuai umur kebuntingan, ¾ berat dari bobot
lahir ternak dicapai pada bulan terakhir kebuntingan. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi bobot lahir ternak, yaitu : nutrisi induk, jumlah sekelahiran
dan bangsa. Setelah lahir, pertumbuhan ternak akan mengikuti kurva sigmoid
(berbentuk huruf S). Fase Inflasi point (IP) terjadi pertumbuhan paling tinggi,
dewasa kelamin tercapai, efisiensi biologis maupun ekonomi, dan mertalitas
rendah.Untuk tujuan produksi daging, ternak akan lebih menguntungkan bila
dipotong pada sekitar fase kurva umur jual (UJ), pada UJ tercapai karkas ideal,
yaitu: otot maksimum dan lemak optimum. Tingkat gizi pakan berpengaruh terhadap
pertumbuhan. Bila level pakan rendah, pertmbuhan akan terhambat (Djarijah, 1996).
Ternak muda yang mengalami kekurangan pakan, bila diberikan pakan bermutu
tinggi akan memperbaiki laju pertumbuhannya dengan munculnya pertumbuhan
kompensatori. Laju pertumbuhan maksimum akan dicapai bila kondisi lingkungan
sangat menunjang. Faktor inheritan (pewarisan sifat genotipe ternak) merupakan
pembatas terhadap tingkat pertumbuhan dan dewasa tubuh (Admin, 2009).
Ternak kambing dan domba akan mengalami pertumbuhan berat badan sesuai
dengan pertambahan usia ternak. Pertumbuhan dan pertambahan berat badan akan
naik apabila diimbangi dengan perawatan dan pemeliharaan yang baik. Pertumbuhan dan perawatan adalah dua unsur untuk mencapai pertumbuhsn
optimal pada saat dewasa yaitu pada usia 18 bulan (Murtidjo, 1993).
3.3
Proses
Pemotongan di Rumah Potong Hewan
Pengeringan darah setelah memotong kepala di Rumah Potong Hewan ini berjalan
cukup baik, darah dibiarkan mengalir sebanyak mungkin terlebih dahulu, sebelum
dilakukan proses selanjutnya. Cepat proses penirisan darah yang kurang sempurna saat
penyembelihan bisa menyebabkan warna daging menjadi kehitam-hitaman dan mudah
tercemar mikroba yang menyebabkan masa simpan daging menjadi singkat (Usmiati,
2010).
Kulit dari lambung-lambung tersebut, bersama kepala, ujung kaki dan ujung
ekor walaupun tidak masuk grade manapun, tetap akan laku dijual sebagai
“jeroan”. Kebersihan pembersihan jeroan diwajiban, karena (terutama rumen)
mengandung banyak mikroba, jamur dan bakteri yang memang berguna untuk membantu
penceranaan makanan, mensintesis asam lemak rantai panjang dari propionan dan
asam lemak rantai cabang dari kerangka karbon asam-asam aamino valin, leusin
dan isoleusin, mensintesa vitamin seperti B6 dan B12 serta mencerna sekitar 30
– 80 % protein yang masuk (Priyo, 2008).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1
Pengenalan
Bangsa Ternak Potong
4.1.1.1
Materi Ternak
Sapi dan Kerbau
A. Identitas lokasi
praktikum
Tempat praktikum
: Pasar Hewan Sokaraja
Alamat lengkap : Jl. Jenderal Gatot
Soebroto, Sokaraja Kidul
Status tempat : UPT Pasar Sokaraja
B. Identitas
ternak sapi dan kerbau yang diamati
Tabel.1 Ternak
yang diamati
No
|
Nama
Pemilik
|
Bangsa
Ternak
|
Sex
|
Kondisi
(G, S, K)
|
Statistik
Vital Ternak
|
Umur
Ternak (th)
|
|||
LD
|
PB
|
TB
|
BB
|
||||||
(cm)
|
(cm)
|
(cm)
|
(kg)
|
||||||
1
|
Yoyo
|
Simental
|
♂
|
K
|
132
|
84
|
103
|
237,16
|
3 bln
|
2
|
Naslam
|
PO
|
♂
|
K
|
140
|
80
|
120
|
262,44
|
5 bln
|
3
|
Amin
|
Brangus
|
♂
|
K
|
140
|
82
|
121
|
262,44
|
7 bln
|
4
|
Sibur
|
Limosin
|
♂
|
S
|
132
|
77
|
102
|
237,16
|
4 bln
|
5
|
Guntur
|
Kerbau
|
♀
|
S
|
166
|
102
|
127
|
353,44
|
1 thn
|
C. Penilaian
kondisi luar ternak sapi
Tabel.2 Penilaian
Ternak
No Ternak
|
Kesan Umum
(X2)
|
Perlemakan
(X1)
|
Perdagingan
|
Total Skor
|
Kondisi
(G,S,K)
|
||
Tengkuk, dada,
bahu
(X1)
|
Punggung,
pinggang
(X3)
|
Paha
(X3)
|
|||||
1
|
6
|
3
|
4
|
6
|
9
|
28
|
S
|
2
|
6
|
3
|
3
|
6
|
9
|
27
|
S
|
3
|
6
|
3
|
3
|
6
|
9
|
27
|
S
|
4
|
6
|
2
|
3
|
9
|
12
|
33
|
S
|
5
|
8
|
4
|
4
|
12
|
12
|
40
|
G
|
D. Ciri-ciri tubuh
ternak yang diamati
Tabel.3
Ciri-ciri Ternak yang Diamati
Bangsa
|
Warna kulit/
Bulu
|
Bentuk
Muka
|
Gelambir
|
Punuk
|
Bentuk tanduk
|
Bentuk kuku
|
Bentuk telinga
|
Bentuk ekor
|
Postur tubuh
|
Simental
|
Coklat putih
|
Datar
|
-
|
-
|
Lurus
Keatas
|
Genap
|
Lurus samping
|
Panjang
|
Kurus
|
PO
|
Putih
|
Datar
|
Ada
|
Ada
|
Lurus
Keatas
|
Genap
|
Lurus samping
|
Panjang
|
Kurus
|
Brangus
|
Hitam
|
Datar
|
-
|
-
|
Lurus
Keatas
|
Genap
|
Lurus samping
|
Panjang
|
Sedang
|
Limosin
|
Coklat tua
|
Datar
|
-
|
Ada
|
Lurus
Keatas
|
Genap
|
Lurus samping
|
Panjang
|
Kurus
|
Kerbau
|
Abu-abu
|
Datar
|
-
|
-
|
Lurus
Melengkung
|
Genap
|
Lurus samping
|
Panjang
|
Sedang
|
E.
Ternak yang diamati dapat dilihat pada gambar
Terlampir
F.
Penjelasan petugas di lapangan
Sapi
masuk sekitar 200 ekor/hari kemudian dicatat oleh petugas dan dipungut retribusi
sebesar Rp.3000,00/ekor. Pasar Hewan Sokaraja buka pada hari sabtu dari pukul
07.00-15.00 WIB, wilayah pemasok sapi berasal dari daerah Kebumen dan Gombong,
sedangkan pembelinya berasal dari sekitar daerah Purwokerto dan Cirebon. Ternak
kambing dikenakan retribusi sebesar Rp.1.500,00/ekor. Transportasi yang
digunakan untuk membawa sapi berasal dari penjual sapi, namun adapula yang
menyewa.
4.1.1.2 Materi Ternak Domba dan Kambing
A. Identitas lokasi
praktikum
Tempat praktikum :Experimental
Farm
Alamat lengkap :Jl. Dr. Soeparno No:75 Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman
Status tempat :Fakultas
Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman
B. Identitas
ternak kambing dan domba yang diamati
Tabel.4 Ternak Yang Diamati
No
|
Nama Pemilik
|
Bangsa Ternak
|
Sex
|
Kondisi (G, S, K)
|
Statistik Vital Ternak
|
Umur Ternak (th)
|
|
|||
LD
(cm)
|
PB
(cm)
|
TB
(cm)
|
BB
(kg)
|
|
||||||
1
|
Experimental
Farm
|
PE
|
♂
|
S
|
78
|
63
|
81
|
30,17
|
1-2
|
|
2
|
Experimental
Farm
|
Jawa Randu
|
♀
|
S
|
75
|
52
|
64
|
28,33
|
1-2
|
|
3
|
Experimental
Farm
|
Saanen
|
♀
|
G
|
96
|
63
|
82
|
41,34
|
3-4
|
|
4
|
Experimental
Farm
|
PE
|
♀
|
S
|
86
|
71
|
80
|
35,09
|
2-3
|
|
5
|
Experimental
Farm
|
Jawa Randu
|
♂
|
S
|
82
|
73
|
78
|
32,63
|
1-2
|
|
6
|
Experimental
Farm
|
Saanen
|
♂
|
S
|
99
|
65
|
88
|
43,09
|
3-4
|
|
C. Penilaian
kondisi luar ternak kambing dan domba
Tabel. 5 Penilaian Ternak
No Ternak
|
Kesan Umum
(X2)
|
Perlemakan
(X1)
|
Perdagingan
|
Total Skor
|
||
Tengkuk, dada, bahu
(X1)
|
Punggung,
pinggang
(X3)
|
Paha
(X3)
|
||||
1
|
8
|
3
|
4
|
9
|
12
|
36
|
2
|
6
|
2
|
3
|
9
|
9
|
29
|
3
|
8
|
4
|
4
|
12
|
12
|
40
|
4
|
8
|
3
|
4
|
12
|
9
|
36
|
5
|
6
|
4
|
5
|
9
|
12
|
36
|
6
|
8
|
4
|
4
|
12
|
12
|
40
|
D. Ciri-ciri tubuh
ternak yang diamati
Tabel. 6
Ciri-ciri Ternak Yang Diamati
No
|
Warna kulit/
Bulu
|
Bentuk
muka
|
Gelambir
|
Punuk
|
Bentuk tanduk
|
Bentuk kuku
|
Bentuk telinga
|
Bentuk ekor
|
Postur tubuh
|
1
|
Putih
|
Cembung
|
Ada
|
-
|
Lurus keatas
|
genap
|
Samping
|
Pendek
|
Sedang
|
2
|
Putih
|
Cembung
|
Ada
|
-
|
Lurus keatas
|
genap
|
Samping
|
Pendek
|
Sedang
|
3
|
Putih
|
Datar
|
Ada
|
-
|
Tunas Melengkung
|
genap
|
Samping
|
Pendek
|
Sedang
|
4
|
Coklat
|
Datar
|
-
|
-
|
-
|
genap
|
Samping
|
Panjang
|
Gemuk
|
E. Ternak yang
diamati dapat dilihat pada gambar
F. Penjelasan
petugas di lapangan
Experimental
Farm berdiri sejak tahun 1983 merupakan unit kegiatan penunjang Tri Dharma
Perguruan Tinggi meliputi pendidikan dan pemeliharaan kepada masyarakat Experimental
Farm dilengkapi dengan berbagai jenis ternak dan usaha agribisnis supaya
relevan dengan kurikulum dan lab Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Untuki mendukung kegiatan di Experimental Farm dilengkapi dengan beberapa
pengurus diantaranya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, 11 anak kandang
serta mahasiswa.
4.1.2
Konsep
Pertumbuhan Ternak
A. Data statistik
vital ternak
Tabel.7 Data
Ternak
No
|
Periode Umur
Ternak
|
Sapi/Kerbau
|
Domba/Kambing
|
||||||
LD
|
PB
|
TB
|
BB
|
LD
|
PB
|
TB
|
BB
|
||
1
|
Anak jantan
|
120
|
78
|
110
|
201,64
|
80
|
47
|
58
|
1,5
|
112
|
75
|
112
|
179,56
|
|
|
|
|
||
|
Rata-rata
|
116
|
76,5
|
111
|
190,6
|
|
|
|
|
2
|
Muda jantan
|
164
|
100
|
134
|
345,96
|
135
|
59
|
68
|
2,2
|
170
|
105
|
142
|
368,64
|
|
|
|
|
||
|
Rata-rata
|
164
|
102,5
|
138
|
357,3
|
|
|
|
|
3
|
Dewasa jantan
|
180
|
96
|
131
|
408,04
|
86
|
84
|
68
|
1,5
|
156
|
110
|
143
|
316,84
|
120
|
53
|
66
|
2,0
|
||
|
Rata-rata
|
168
|
103
|
137
|
362,44
|
103
|
68,5
|
67
|
1,8
|
4
|
Anak betina
|
146
|
94
|
117
|
282,24
|
52
|
45
|
58
|
1,2
|
158
|
91
|
124
|
324
|
50
|
45
|
52
|
1,2
|
||
|
Rata-rata
|
152
|
92,5
|
120,5
|
303,12
|
51
|
40
|
55
|
1,2
|
5
|
Muda betina
|
150
|
100
|
129
|
295,84
|
82
|
71
|
80
|
1,5
|
170
|
97
|
135
|
368,64
|
70
|
66
|
65
|
1,4
|
||
|
Rata-rata
|
160
|
98,5
|
132
|
332,24
|
76
|
68,5
|
72,5
|
1,4
|
6
|
Dewasa betina
|
170
|
120
|
134
|
368,64
|
120
|
61
|
73
|
2
|
158
|
96
|
119
|
324
|
118
|
63
|
72
|
2
|
||
|
Rata-rata
|
164
|
108
|
126,5
|
346,32
|
119
|
62
|
72,5
|
2
|
Gambar 1.1 kurva
pertumbuhan ternak sapi
Gambar 1.2 kurva
pertumbuhan ternak kambing
B.
Penilaian kondisi luar ternak
Tabel. 8
Penilaian Ternak
No
|
Kesan Umum
(X2)
|
Perlemakan
(X1)
|
Perdagingan
|
Total Skor
|
Kondisi (G,S,K)
|
|||||||||
Tengkuk, dada,
bahu
(X1)
|
Punggung,
pinggang
(X3)
|
Paha
(X3)
|
||||||||||||
1
|
6
|
4
|
3
|
2
|
1
|
3
|
3
|
9
|
9
|
6
|
22
|
24
|
S
|
K
|
2
|
-
|
4
|
-
|
2
|
-
|
2
|
-
|
9
|
-
|
9
|
-
|
23
|
-
|
K
|
3
|
8
|
8
|
4
|
4
|
3
|
3
|
9
|
9
|
9
|
9
|
33
|
33
|
S
|
S
|
4
|
-
|
8
|
-
|
4
|
-
|
4
|
-
|
9
|
-
|
9
|
-
|
34
|
-
|
S
|
5
|
6
|
8
|
4
|
3
|
3
|
3
|
9
|
9
|
9
|
9
|
31
|
33
|
S
|
S
|
6
|
8
|
8
|
3
|
4
|
3
|
3
|
12
|
9
|
6
|
9
|
32
|
33
|
S
|
S
|
7
|
8
|
8
|
3
|
4
|
3
|
4
|
9
|
12
|
12
|
12
|
33
|
37
|
S
|
G
|
8
|
8
|
8
|
2
|
4
|
2
|
4
|
9
|
12
|
6
|
12
|
27
|
37
|
S
|
G
|
9
|
8
|
6
|
3
|
4
|
4
|
4
|
12
|
9
|
12
|
9
|
34
|
32
|
G
|
S
|
10
|
6
|
6
|
2
|
4
|
3
|
4
|
9
|
9
|
9
|
9
|
29
|
32
|
S
|
S
|
11
|
6
|
8
|
3
|
3
|
3
|
3
|
9
|
9
|
9
|
9
|
30
|
32
|
S
|
S
|
12
|
6
|
6
|
4
|
4
|
3
|
4
|
9
|
9
|
9
|
9
|
31
|
32
|
S
|
S
|
4.1.3
Proses Pemotongan di Rumah Potong Hewan
A. Identitas lokasi
praktikum
Tempat praktikum
: Rumah Potong Hewan Purwokerto Timur
Alamat lengkap :
Jl. Adipati Mersi, Kel. Mersi, Purwokerto Timur
Status tempat/
tipe : Dinas Peternakan dan
Perikanan/ C
Kepala RPH : Juwando
Jumlah Karyawan : 5 Orang
B. Identifikasi
ternak yang diamati
Tabel .9 Ternak
Yang Diamati
No
|
Nama Pemilik
|
Bangsa Ternak
|
Sex
|
Kondisi (G, S, K)
|
Statistik Vital Ternak
|
Harga ternak (Rp juta)
|
|
|||
LD
(cm)
|
PB
(cm)
|
TB
(cm)
|
BB
(kg)
|
|
||||||
1
|
IR
|
PO
|
♂
|
S
|
186
|
97
|
127
|
432,6
|
6
|
|
2
|
HK
|
PO
|
♂
|
S
|
184
|
83
|
124
|
424,4
|
6
|
|
3
|
SM
|
PO
|
♂
|
S
|
106
|
97
|
132
|
163,8
|
5
|
|
4
|
PP
|
Limosin
|
♀
|
S
|
179
|
129
|
122
|
404,0
|
5,5
|
|
5
|
DX
|
PO
|
♂
|
S
|
160
|
135
|
145
|
331,2
|
5,5
|
|
6
|
MD
|
PO
|
♀
|
S
|
172
|
120
|
130
|
376,4
|
5,5
|
|
7
|
S
|
Simental
|
♀
|
S
|
176
|
123
|
123
|
392,0
|
5,5
|
|
8
|
L
|
Limosin
|
♀
|
G
|
214
|
115
|
127
|
557,0
|
6.5
|
|
9
|
12
|
PO
|
♀
|
G
|
180
|
124
|
140
|
408,0
|
6
|
|
10
|
T16
|
PO
|
♀
|
K
|
136
|
98
|
111
|
949,6
|
5,5
|
|
C. Penilaian
kondisi luar ternak sapi
Tabel.10
Penilaian Ternak
No Ternak
|
Kesan Umum
(X2)
|
Perlemakan
(X1)
|
Perdagingan
|
Total Skor
|
Kondisi (G,S,K)
|
||
Tengkuk, dada,
bahu
(X1)
|
Punggung,
pinggang
(X3)
|
Paha
(X3)
|
|||||
1
|
6
|
3
|
3
|
9
|
9
|
30
|
S
|
2
|
8
|
4
|
4
|
9
|
9
|
34
|
S
|
3
|
6
|
3
|
3
|
9
|
9
|
30
|
S
|
4
|
8
|
4
|
4
|
12
|
12
|
40
|
G
|
5
|
8
|
4
|
4
|
12
|
12
|
40
|
G
|
6
|
6
|
3
|
3
|
9
|
9
|
30
|
S
|
7
|
6
|
3
|
3
|
9
|
9
|
30
|
S
|
8
|
8
|
4
|
4
|
12
|
9
|
37
|
G
|
9
|
8
|
4
|
3
|
12
|
6
|
33
|
S
|
10
|
4
|
2
|
2
|
9
|
6
|
23
|
S
|
D. Perlakuan Sebelum Pemotongan
Sapi
yang masuk ke Rumah Potong Hewan dilakukan pemeriksaan secara fisik oleh dokter hewan. Ternak potong masuk Rumah
Potong Hewan dengan membayar retribusi atau biyaya pemotongan, sapi yang telah
masuk diistirahatkan. Sambil diistirahatkan sapi tersebut diperiksa, apakah
sapi tersebut dalam keadaan sehat atau kurang sehat. Apabila sapi tersebut
positif terkena penyakit yang berbahaya bagi manusia maka sapi tersebut tidak
layak untuk dipotong. Dan apabila sapi tersebut dalam keadaan sehat maka sapi
itu pun siap untuk dipotong. Setelah itu sapi hanya menunggu giliran untuk
dipotong.
Setelah
pemotongan selesai, bagian jeroan sapi tersebut di periksa apakah terkena penyakit
atau tidak ,contohnya adalah hati, apabila di dalam hati ditemukan cacing hati
maka hati tersebut tidak akan di jual atau di pasarkan. Setelah di pastikan
daging tersebut sehat maka daging tersebut pun siap untuk di pasarkan di
sekitar banyumas.
E. Tahapan proses pemotongan
Tabel .11
Tahapan Pemotongan
No.
|
Tahap Pemotongan
|
Penjelasan/pengamatan
|
Waktu (detik/menit)
|
1.
|
Viksasi
|
Dari pelepasan ikatan dikandang
sampai proses siap pemotongan
|
25dtk
|
2.
|
Penyembelihan
|
Proses pemotongan
|
14 dtk
|
3.
|
Pengeluaran Darah
|
Darah yang keluar sampai berhenti
|
54 dtk
|
4.
|
Pemisahan kepala dan dengkil
|
Dengkil yaitu lipatan lutut ke bawah
|
30 dtk
|
5.
|
Pengulitan
|
Pemisahan kulit dengan dagingnya
|
18 mnt
|
6.
|
Eviscerasi
|
Pemisahan atau pengeluaran jeroan
yang dikeluarkan dari tubuh
|
2 mnt
|
7.
|
Penanganan Karkas
|
Pemisahan karkas menjadi beberapa
bagian (4 bagian)
|
15 mnt
|
8.
|
Penanganan Nonkarkas
|
Pengumpulan non karkas (Kepala,
kulit, dengkil, exercise) dan ditimbang
|
9 mnt
|
F.
Perlakuan Setelah Pemotongan
Hati, jantung dan limpa diperiksa
apabila terdapat cacing hati akan segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau
direbus untuk pakan ikan. Jika tidak terdapat cacing hati langsung distempel. Hal ini
bertujuan bahwa sapi tersebut telah masuk ke Rumah Potong Hewan dan lansung dipasarkan.
G. Penimbangan
Organ-Organ Tubuh Setelah Pemotongan
Tabel. 12
Penimbangan Organ Tubuh
No
|
Organ Tubuh
|
Berat (Kg)
|
Harga/Kg
(Rp)
|
Jumlah Harga (Rp)
|
1
|
Karkas
|
47,8
|
60.000
|
2.868.000
|
2
|
Darah
|
5
|
5000
|
25.000
|
3
|
Kepala
|
21
|
20.000/kg
|
420.000
|
4
|
Dengkil
|
3
|
15.000/kg
|
45.500
|
5
|
Kulit
|
28
|
30.000
|
560.000
|
6
|
Ekor
|
1
|
20.000
|
20.000
|
7
|
Jantung
|
1
|
40.000
|
40.000
|
8
|
Paru-paru
|
3
|
30.000
|
90.000
|
9
|
Hati
|
5
|
35.000
|
175.000
|
10
|
Limpa
|
4 ons
|
20.000
|
80.000
|
11
|
Alat
Pencernaan (bersih)
|
15
|
25.000
|
375.000
|
|
Total
Pemotongan Tubuh (Kg)
|
132,28
|
Jml. Harga (Rp)
|
9.735.000
|
Bobot tubuh
kosong =
B. Tubuh – (Darah, isi, saluran pencernaan)
= 331,2 – (5+12+15)
= 331,24 -28
=
303,24 kg
Perhitungan
ekonomi
a.
Persentase Karkas Murni
= Bobot karkas .
x 100 %
Bobot tubuh karkas
= 130,5/331,2(-5) x 100 %
= 40,01 %
b.
Keuntungan yang diperoleh =
Rp.
4.102.000,-
Nept = (NJK +
NJNK) – ( HT – BOP )
= (7.830.000 + 1.905.000) –
(5.500.000+133.000)
= 9.725.000 – 5.633.000
= Rp. 4.102.000,-
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1
Pengenalan
Bangsa-Bangsa Ternak Potong
4.2.1.1
Pengenalan
Bangsa Ternak Kambing Dan Domba
Sekilas
penampilan kambing mirip dengan domba. Akan tetapi kambing memiliki ciri khas
yaitu berjangut pada dagunya terutama pada kambing jantan dan pada pangkal
ekornya terdapat kelenjar yang mengeluarkan bau khas kambing. Perawakan kambing
agak ramping dan bulunya relatif tipis. Sewaktu mencari makan kambing lebih
suka berpencar. Sifat-sifat kambing tersebut tidak dimiliki oleh domba.
(Suharno, 1995).
Jenis
kambing yang dipelihara di Indonesia masih amat sedikit begitu pula yang kami
temui saat praktikum. Jenis kambing lokal dan kambing kacang merupakan 2 jenis
kambing yang umum dipelihara oleh penduduk di Indonesia. Berikut ini jenis
kambing yang ada di Indonesia dan yang kami temui di Experimental Farm Fakultas
Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
a.
Kambing Peranakan Etawa (PE)
Kambing
memiliki taksonomi sebagai berikut : kingdom Animalia ; filum chordate; kelas
mammalia; ordo artiodactyla; family bovidae; subfamilia caprinae; genus capra;
species C. aegagus; subspecies C.a. hircus.
Dewasa
ini, kambing PE banyak dijumpai di Indonesia. Jenis kambing ini merupakan
persilangan dari kambing etawa dengan kambing jenis lain terutama kambing
kacang. Kambing PE tidak hanya diternakkan untuk diambil dagingnya, tetapi
produksi susunya dapat pula diharapkan sebagai hasil lain yang tidak kalah penting.
Di beberapa daerah, sudah banyak dibiakkan. Ciri-ciri kambing PE adalah
berhidung agak melengkung dan telinga agak lebar serta agak terkulai. Kambing
jantan dewasa bobotnya sekitar 37 kg, sedangkan betina dewasa sekitar 32 kg.
(Suharno, 1995). Berdasarkan praktikum kami lakukakan di Experimental Farm Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman adalah 6 kambing
PE dengan masing-masing bobot badan kambing PE betina 55,8 kg, 35,09 kg, 60,8 kg, 80,8 kg 74,8 kg, sedangkan bobot
kambing PE jantan 30,17 kg.
b.
Kambing Seanen
Kambing
memiliki taksonomi sebagai berikut : kingdom Animalia ; filum chordate; kelas
mammalia; ordo artiodactyla; family bovidae; subfamilia caprinae; genus capra;
species C. aegagus; subspecies C.a. hircus.
Bermula
dari impor asal negara Australia, maka masuklah kambing Seanen di Indonesia.
Peternakan
daerah tropis merupakan tempat yang pertama kali menternakkannya.
Kini kambing Seanen sudah mulai menyebar ke Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Menurut
Suharno (1995), salah satu ciri kambing Seanen adalah berbulu pendek yang lebih
rapat dibandingkan kambing kacang. Bulunya berwarna putih mulus agak krem.
Kambing jantan dan betina berjenggot. Bobot kambing jantan berkisar antara 65 –
80 kg dan kambing betina antara 50 – 60 kg. Ambingnya besar dan berbentuk
kerucut. Kambing Seanen ini baik dijadikan sebagai kambing perah karena mampu
menghasilkan susu 2 – 5 liter per hari. Di Experimental Farm
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, kami mengamati 2 jenis kambing
Seanen dengan bobot badan masing-masing 41,24 kg dan 43,09 kg.
Kambing
yang terdapat di Experimental Farm kebanyakan bukan untuk dijual tetapi untuk
dipelihara namun ada beberapa kambing yang dijual tetapi itu jumlahnya bisa
dihitung. Diantara kambing yang ada di Experimental farm, yang mempunyai
kondisi luar ternak yang paling baik adalah kambing PE dengan total skor 36.
Kondisi
luar dari ternak khususnya kambing dapat diamati melalui berbagai sisi yaitu
dari suisi depan, belakang , samping kiri dan samping kanan (Devendra,1994). Sedangkan untuk perdagingan dari kambing
tersebut mulai dari tengkuk dada, bahu,
punggung, pinggang, paha memiliki skor yang berbeda-bada bergantung
dari jenis kambingnya. Dari kambing yang diteliti di Experimental Farm kambing
yang memiliki skor perdaginagan yang paling tinggi adalah kambing PE dan yang
memiliki skor yang paling rendah adalah kambing PE cempe.
c. Domba
Kingdom
animalia; filum chordate; kelas mamalia; ordo artiodactyle; family bovidae;
upafamili capriae; genus ovis; species O. Aries. Peternakan domba di Indonesia masih berskala kecil
sehingga perlu diusahakan secara komersial dan intensif. Hal ini diperlukan
karena adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya sekitar
1,234% dan semakin meningkatnya daya beli masyarakat. Kebutuhan daging selama
ini belum mencukupi permintaan, ± 400.000 ton/tahun, sehingga masih
mengandalkan impor daging. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas,
Kualitas dan Kesehatan) berupaya menbantu budidaya kambing dan domba potong dengan
sasaran peningkatan kualitas dan kuantitas daging (Happyprana, 2009).
Praktikum
pengenalan bangsa-bangsa domba yang ada di Experimental Farm, yaitu domba Batur dengan lingkar dada 80 cm, panjang badan 47 cm,
tinggi badan 58 cm,
dan berat badan 1,5 kg, dengan perkiraan umur 1 tahun.
4.2.1.2 Pengenalan Bangsa Sapi Dan
Kerbau
Praktikum
pengenalan bangsa sapi dan kerbau dilaksanakan di Pasar hewan Sokaraja, dimana
pasar hewan tersebut dipimpin oleh Bp. Eko Priyono Putro, SE. Jumlah ternak yang dijual di pasar tersebut
sampai 1000 dari semua jenis. Sebenarnya Pasar Hewan Sokaraja status
kepemilikan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas. Umumnya ternak yang berada di Pasar Sokaraja
berasal dari daerah sekitar Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Bumiayu,
Wonosobo. Ternak (sapi dan kerbau) yang
berada di pasar tersebut dikenai retribusi sebesar Rp. 3.000,00 sedangkan
ternak seperti kambing dan domba dikenakan retribusi sebesar Rp. 1.500,00.
Ternak
potong dan kerja di Indonesia terutama sapi dan kerbau, sebagian besar
ternak-ternak tersebut dipelihara secara tradisisonal oleh penduduk yang ada di
pedesaan. Sejauh ini yang banyak
ditemukan oleh kami pada saat praktikum, ternak yang dipelihara berasal dari
bangsa sapi PO, kerbau lumpur, dan sapi simental,brangus, dan
limosin.
a. Kerbau
Keistimewaan
ternak kerbau dibanding ternak yang lain adalah kemampuannnya yang tinggi dalam
mencerna serat kasar. Dengan kemampuan itu, ternak kerbau memiliki kemampuan
pertambahan berat rata-rata per hari lebih tingi dibanding ternak sapi. Oleh
karena itu potensi ternak kerbau sebagai ternak potong cukup baik. Sayangnya,
warna dagingnya lebih tua dan keras dibanding daging sapi sehingga sebagai
ternak potong kerbau tidak begitu populer
(Suharno, 1995).
Ternak kerbau ,
taksonominya adalah :
Famili :
Bovidae
Sub famili : 1. Bubalina (kerbau Asia )
a. Bubalus bubalus
b. B.
depresicornus depresicornis
c. B. d .
guarlensi
d. B. mindorensis
2. Syncerina (kerbau Afrika )
Genus : Syncerus caffer
Spesies : a. S . C . caffer
b. S .C . nanus
Pada saat
praktikum pengenalan bangsa-bangsa dan konsep pertumbuhan sapi dan kerbau
dipasar hewan Sokaraja kita mengamati satua ekor kerbau dengan umur dan
ciri-ciri yang berbeda, kebanyakan kerbau yang ada dipasar hewan Sokarja adalah
kerbau lumpur dengan ciri-ciri; warna abu-abu dan tanduk panjang dan melengkung, Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari (Murti, 1988), yang menyatakan, kerbau yang sering digunakan sebagai
kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa.
Jenis kerbau ini banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara seperti
Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan Thailand. Kerbau jenis lumpur merupakan kerbau jenis
lokal yang banyak dijumpai di berbagai daerah. Kerbau belang yang terdapat di
Tanah Toraja merupakan salah satu contoh kerbau tipe ini. Karena berbadan besar
dan lebar maka kerbau belang ini lebih cocok dijadikan sebagai pedaging. Bobot
badan kerbau jantan dan betina dewasa dapat mencapai 700 – 800 kg (Suharno,
1995).
Baik
tidaknya kualitas seekor ternak dapat diketahui melalui identitas ternak
tersebut. Identitas ternak dalam hal ini adalah bangsa ternak tersebut. Menurut
Jacoeb (1991) menyatakan bahwa pemilikan suatu bangsa tergantung pada kesukaan
peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi , efisiensi produksi,
kemampuan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan, pertambahan berat badan,
dan sifat- sifat lain yang cocok dengan keinginan peternak yang bersangkutan.
Bangsa ternak kerbau
yang
diamati pada praktikum ini adalah kerbau lumpur.
Kerbau
yang berada di Pasar Hewan Sokaraja berasal dari para peternak sekitar Banyumas
yang kebanyakan memelihara kerbau hanya untuk usaha sambilan, dari kerbau yang
diamati memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Warna kulit : Berwarna
abu-abu
Bentuk muka : Cembung
untuk semua jenis kerbau
Gelambir : Tidak
bergelambir
Punuk : Tidak berpunuk
Bentuk Tanduk : Melingkar
setengah
lingkaran
Bentuk kuku : Genap
Bentuk telinga : Tegak
Bentuk Ekor : Panjang
menggantung
Postur tubuh : Gemuk
dan sedang.
Kerbau
yang terdapat di Pasar Hewan Sokaraja berasal dari peternakan rakyat disekitar
Banyumas, satu peternak hanya membawa satu atau dua ekor kerbau baik kerbau
lepas sapih maupun kerbau dewasa untuk dijual, dengan kisaran harga 2-6 juta
per ekor, mereka akan menjual jika mereka membutuhkan.
b.
Sapi
Sebagian peternak sapi hanya melakukan kegiatan
pembesaran saja. Dalam hal ini peternak memebeli bibit sapi muda dan
memeliharanya sampai besar. Setelah layak dikonsumsi, sapi tersebut lalu dijual.
Meskipun demikian, masih banyak peternak yang memelihara sapi bukan hanya untuk
dibesarkan saja, melainkan sekaligus untuk dikawinkan agar jumlah sapi
bertambah (Suharno, 1995).
Klasifikasi zoologis sapi termasuk dalam
:
Philum :
Chordata ( hewan yang memliki tulang belakang)
Kelas :
Mamalia (menyusui)
Ordo :
Artiodaktil (berkuku genap)
Sub ordo :
Ruminansia (pemamah biak)
Famili :
Bovidae (tanduk berongga)
Genus :
Bos
Spesies :
Bos taurus (sebagian besar sapi yang ada )
:
Bos indicus (sapi-sapi yang memiliki punuk)
Sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak
terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi, sapi Simental banyak
terdapat di Swiss, sapi Brahman berasal dari India dan banyak dikembangkan di
Amerika. Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah
sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu,
masingmasing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya
(ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).
Sapi-sapi
Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO
(peranakan ongole) dan sapi Madura. Dari populasi sapi potong yang ada, yang
penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura
dan Brahman. Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase
karkasnya 56,9%.
Berikut
ini beberapa sapi potong yang ditemui di Pasar Hewan Sokaraja:
1.
Sapi Peranakan Ongole (PO)
Salah
satu jenis sapi potong yang ditemui di Pasar Hewan Sokaraja adalah sapi
pernakan ongole (PO), dengan ciri-ciri; warna dominan putih, berpunuk, ramping,
bentuk kuku genap, dan berglambir, hal ini sesuai dengan pernyataan (Suharno,
1995) yang menyatakan, Sapi peranakan ongole merupakan persilangan dari sapi
ongole dengan sapi lokal yang ada di Indonesia. Salah satu ciri khas sapi peranakan ongole adalah
kulitnya didominasi oleh warna putih. Sebagian kulit kepala, pinggul, dan leher
berwarna keabu-abuan. Sapi ongole berkulit tipis dan elastis. Selain itu, ciri
sapi peranakan
ongole
berleher pendek dengan pungung besar dan panjang (berpunuk), serta berpinggang
lebar.
2. Sapi Simental
Sapi
Simmental adalah bangsa Bos taurus (Jacoeb, 1991), berasal dari daerah Simme di negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih
cepat di benua Eropa dan Amerika, merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna
bulu coklat kemerahan (merah bata), dibagian muka dan lutut kebawah serta ujung
ekor berwarna putih, sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg
sedang betina dewasanya 800 kg. Bentuk tubuhnya kekar dan berotot, sapi jenis
ini sangat cocok dipelihara di tempat yang iklimnya sedang persentase karkas sapi jenis ini tinggi, mengandung
sedikit lemak, dapat difungsikan sebagai sapi perah dan potong (Jacoeb, 1991).
Ada
beberapa cara untuk melakukan penilaian hasil akhir terhadap sapi-sapi potong,
yang selanjutnya bisa dipakai untuk melakukan penafsiran hasil karkas atau daging. Memang semua peternak atau tukang potong
memiliki cara dan pengalaman yang
berbeda-beda. Akan tetapi
mereka yang belum opernah melakukan penilaian perlu suatu pengalaman dari para
peternak (Sugeng,1993). Untuk bisa memperoleh suatu score yang baik para peternak
bisa melakukan pengamatan dari berbagai arah, yakni dari arah samping, belakang
dan depan, kemudian memegang dan mengukur sapi-sapi tadi. Hal ini sesuai pernyataan AAK (1990)
sapi-sapi dapat di identifikasi dari 3 arah yaitu pengamatan dari samping,
pengamatan dari belakang dan pandangan dari depan.
Selain
itu untuk menilai seekor sapi, diperlukan pengukuran pada bagian tubuh, hanya
bagian-bagian penting saja yang perlu dilakukan adalah pengukuran. Bagian-bagian tersebut adalah panjang tubuh, tinggi badan, dan
lingkar dada (AAK,1990).
4.2.2 Konsep Pertumbuhan Ternak
Praktikum
mengenai acara konsep pertumbuhan ternak kambing dilakukan di Experimental Farm
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman dan untuk pertumbuhan ternak
sapi dilakukan di Pasar Hewan Sokaraja. Hasil yang diperoleh oleh kelompok kami
untuk pertumbuhan ternak kambing yaitu bobot badan (BB) cempe betina 25,25 kg
sedangkan untuk cempe jantan tidak ada. Bobot badan (BB) betina muda 33,86 kg,
sedangkan untuk muda jantan tidak diperoleh data karena pada saat praktikum di
Experimental Farm tidak terdapat muda jantan. Bobot badan (BB) dewasa jantan tidak
ada, dewasa betina 46,16 kg.
Hasil
yang diperoleh oleh kelompok kami untuk pertumbuhan ternak sapi yaitu bobot
badan (BB) pedet jantan 59,29 kg, pedet betina 108,16 kg. Bobot badan (BB) muda
jantan 108,16 kg, muda betina 201,64 kg. Bobot badan (BB) dewasa jantan 193,22
kg, dewasa betina 256 kg.
Pertumbuhan
merupakan fenomena
komplek, dimulai beberapa saat setelah sel telur dibuahi sampai ternak mencapai
ukuran dewasa. Perkembangan adalah proses perubahan
fungsi, bentuk dan struktur tubuh untuk mencapai sempurna, sejalan dengan terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan juga dapat diartikan
sebagai hasil koordinasi proses biologis dan proses kimia sejak fertilisasi sel
telur dan diakhiri pada saat ukuran tubuh dan fungsi fisiologis ternak dewasa
tercapai. Pertumbuhan terjadi karena perbanyakan sel (hyperplasia) dan
pembesaran sel (hyperthropy), juga karena adanya penimbunan nutrisi akibat
adanya kebutuhan untuk hidup pokok. Laju pertumbuhan dimulai sejak
fetus (janin), laju
pertumbuhan janin pada awalnya lambat dan bertambah cepat sesuai umur
kebuntingan, ¾ berat dari bobot lahir ternak dicapai pada bulan terakhir
kebuntingan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bobot lahir ternak,
yaitu : nutrisi induk, jumlah sekelahiran
dan bangsa.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor external dan internal. Faktor external
yang paling berperan adalah makanan, Faktor internal yang paling dominan
mempengaruhi pertumbuhan adalah kebakaan dan endocrine atau sekresi hormonal pertumbuhan
setelah sapih dipengaruhi faktor kebakaan. Namun manifestasinya harus ditunjang
faktor lingkungan. Dengan ransum sama, beberapa ternak ada yang tumbuh lebih
lambat. Perbedaan pertumbuhan ini pengaruh dari faktor genetik. Kelenjar
endocrine adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran dan memproduksi hormon
yang disekresikan ke dalam darah. Hormon adalah zat kimia dari kelenjar
endocrine yang dibawa aliran darah ke berbagai tubuh dan menimbulkan pengaruh
yang specifik. Kelenjar yang mempengaruhi pertumbuhan adalah : kelenjar pituitary, kelenjar thyroid, kelenjar ovarium, kelenjar testes, kelenjar adrenal (Admin,2009).
Setelah lahir, pertumbuhan ternak akan mengikuti kurva sigmoid (berbentuk
huruf S). Fase inflasi point (IP) terjadi pertumbuhan paling tinggi,
dewasa kelamin tercapai, efisiensi biologis maupun ekonomi, dan mortalitas
rendah.Untuk tujuan produksi daging, ternak akan lebih menguntungkan bila
dipotong pada sekitar fase kurva umur jual (UJ), pada UJ tercapai karkas ideal,
yaitu: otot maksimum dan lemak optimum. Tingkat gizi pakan berpengaruh terhadap
pertumbuhan. Bila level pakan rendah, pertumbuhan akan terhambat.
Ternak muda yang mengalami kekurangan pakan, bila diberikan pakan bermutu
tinggi akan memperbaiki laju pertumbuhannya dengan munculnya pertumbuhan
kompensatori. Laju pertumbuhan maksimum akan dicapai bila kondisi lingkungan
sangat menunjang. Faktor inheritan (pewarisan sifat genotipe ternak) merupakan
pembatas terhadap tingkat pertumbuhan dan dewasa tubuh (Admin, 2009).
4.1.3
Proses Pemotongan di Rumah Potong Hewan
Ternak
potong dipelihara bertujuan untuk menghasilkan produk daging. Pada ternak potong yang jarang digunakan
untuk kerja memiliki otot yang tidak begitu menonjol dibandingkan dengan ternak
kerja. Ternak potong memiliki perototan
yang cukup. Otot- otot yang telah kami
amati baik untuk sapi dapat terlihat jelas setelah ternak tersebut dipotong dan
diambil bagian jeroannya.
Produksi
sapi potong yang baik adalah sapi yang memiliki persentase karkas yang tinggi.
Yang dimaksud dengan karkas adalah hasil potongan setelah dikurangi kepala,
kulit, dengkil, darah dan isi perut. Untuk memberikan suatu batasan mengenai
hasil karkas yang baik sebenarnya tidak mudah.
Sebab setiap konsumen memiliki selera dan tuntutan sendiri. Bagi para peternak dan tukang potong (jagal)
menghendaki persentase hasil pemotongan yang bagus, yakni sapi yang mempunyai
ukuran atau porsi isi perut, kepala,
cakar sedikit, tetapi memiliki daging yang tebal dan atau kerangka sedikit,
dagingnya halus dan tidak mengandung banyak lemak, warnanya merah muda.
Ada
beberapa cara untuk melakukan penilaian terhadap sapi yang siap dipotong antara
lain:
1.
Dengan cara memegang pangkal ekor dan
tulang duduk
2.
Penilaian melalui tulang duduk
3.
Penilaian melalui kedua pantatnya
4.
Penilaian pada kemudi dan tulang duduk
5.
Penilaian di tepi tulang kemudi
6.
Penilaian pada bagian sudut perut
belakang
7.
Penilaian pada tulang iga
Setiap
konsumen harus mengetahui mutu daging yang akan dibeli, sebaliknya para jagal
harus mengetahui hasil potong yang yang akan dipasarkan. Mutu daging sangat bergantung pada berbagai
faktor, antara lain:
1. Umur
Sapi
yang sudah tua mutu dagingnya sangat rendah, apalagi bila sapi tersebut sering
dipakai untuk bekerja atau untuk membajak. Daging sapi yang sudah tua biasanya
berwarna merah tua, serabutnya kasar dan apabila dimasak terasa liat.
Sebaliknya sapi yang masih muda (sekitar umur 1,5-2,5 tahun) dagingnya akan
berwarna merah terang, serabutnya halus dan apabila dimasak akan terasa lebih
empuk.
2. Kondisi
waktu hidup
Sapi-sapi
yang dipotong dalam kondisi gemuk dan sehat, dagingnya tentu akan lebih baik
dari pada sapi-sapi dalam kondisi yang kurus. Walaupun sapi yang dipotong itu
masih muda, tetapi jika kondisi badan tidak sehat dan kurus, mutu dagingnya
jelek dan liat, karena jaringan-jaringan yang ada hanya serabut-serabut kasar
tanpa diselubungi oleh sel-sel daging yang cukup.
Saat
praktikum sapi-sapi yang akan dipotong sebelumnya mendapatkan perhatian yang
khusus, sapi ditempatkan di tempat tertentu yang tenang, dan sapi harus diberi
waktu istirahat yang cukup, tetapi ada sapi yang begitu datang langsung
dipotong, sapi yang datang lansung dipotong adalah sapi yang dari daerah
sekitar Rumah Potong Hewan, sedangkan sapi yang dari luar daerah diistirahatkan
dahulu sebelum dipotong, hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Sugeng, 1994)
yang menyatakan sapi yang didatangkan dari luar daerah yang jauh harus
diistirahatkan terlebih dahulu agar jiwanya tidak tertekan. Sapi yang mendapat perlakuan yang kasar akan
mengakibatkan goncangan jiwa yang yang berat (stress).
Waktu
praktikum di Rumah Potong Hewan Mersi
pemotongan sapi dilakukan oleh jagal-jagal yang sudah berpengalaman, pemotongan hewan
ternak sapi memiliki tahapan pemotongan yaitu:
1. Viksasi merupakan
tahapan dari sapi dilepaskan dari ikatan, kemudian direbahkan dengan keempat
kaki yang sudah diikat satu pasang. Tahap viksasi membutuhkan waktu 25 detik.
2. Penyemelihan
adalah tahapan sapi disembelih hingga terputusnya urat nadi pada leher. Waktu
yang digunakan jagal untuk penyembelihan adalah sekitar 14 detik.
3. Pengeluaran darah
adalah tahapan dimana darah dikeluarkan sampai habis dan ditampung pada sebuah
lubang sampai menggumpal. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar 54 detik.
4. Pemisahan kepala
dan dengkil merupakan pemisahan kepala dan dengkil dengan tubuh ternak.
Pemisahan ini membutuhkan waktu sekitar 30 detik
5. Pengulitan
merupakan pemisahan kulit dari daging. Waktu yang dibutuhkan tahap
ini sekitar 18 menit, semakin kecil ukuran ternak maka semakin cepat proses
pengulitannya.
6. Eviscerasi yaitu pengeluaran jeroan menuju
pembersihan organ pencernaan seperti usus. Waktu yang dibutuhkan eviscerasi
yaitu sekitar 2 menit.
7. Penanganan karkas
adalah saat karkas mulai digantung
sampai ditimbang. Penyelesaian tahap ini sekitar 15menit.
8. Penanganan non
karkas merupakan pembersihan usus, kulit, organ respirasi, dan pencernaan dari
kotoran sampai ditimbang. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini adalah sekitar 9 menit.
Tahapan
pemotongan haruslah cepat untuk dikerjakan oleh jagal, dikarenakan semakin
cepat pemotongan maka semakin banyak hewan yang dipotong di Rumah Potong Hewan
Mersi, semakin banyak pula uang yang diperoleh oleh jagal. Perlakuan
setelah pemotongan yaitu pemeriksaan post mortem yang dilakukan oleh dokter
hewan di Rumah Potong Hewan Mersi. Bagian yang dilakukan pemeriksaan adalah
jantung, hati, dan limpa. Jika dalam organ ini terdapat cacing maka organ
tersebut akan dimusnahkan yaitu dengan dibakar. Karkas yang telah dipotong
tidak dicuci, hal ini dikarenakan apabila dicuci maka daging akan cepat
membusuk. Sartika (2005) menyatakan bahwa, peningkatan keamanan pangan terhadap makanan asal hewan
yang akan dikonsumsi manusia dan penanganan buah atau sayur-sayuran segar yang
dipupuk dengan kotoran sapi, perlu ditegakkan untuk mencegah dan menurunkan
prevalensi food borne pathogens selama dalam mata rantai penyiapan
makanan mulai dari produksi protein hewani di peternakan sampai dengan
ditingkat rumah tangga.
Pemotongan ternak
juga ditujukan untuk memperoleh keuntungn materi. Penghitungan keuntungan dapat
diketaui dari jumlah harga pasaran setiap tubuh ternak dikurangi dengan
biaya-biaya pemotongan. Dalam ternak potong yang paling banyak mendukung untuk
keuntungan adalah karkas, dikarenakan karakas merupakan bagian yang paling banyak
dalam tubuh ternak. Persentase karkas murni dapat diketahui dari obot karkas
semu dibagi dengan bobot tubuh kosong dikalikan 100%. Hasil presentase karkas
murni sapi yang kami amati adalah 40,15 %. Dari hasil ini sapi yang
kami amati termasuk sapi ukuran sedang.
.
V. KESIMPULAN
1. Ternak potong yang dipelihara
oleh penduduk adalah kambing (Peranakan Etawa, Saanen, Jawa Randu), Sapi
(Simental, Peranakan Ongol, Brangus, Limausin), Domba ( Ekor Gemuk, Merino),
Kerbau (Kerbau Lumpur, Kerbau Sungai).
2. Pertumbuhan
merupakan fenomena
komplek, dimulai
beberapa saat setelah sel telur dibuahi sampai ternak mencapai ukuran dewasa.
3. Ternak
potong dipelihara untuk memperoleh dagingnya, perlemakan ataupun otot-otot
superficial dapat terlihat setelah ternak dipotong. Proses pemotongan hewan di Rumah Potong
Hewan
Mersi
dimulai dari karantina hewan yaitu hewan dipuasakan sebelum dilakukan tahap
pemotongan.
4. Tahapan
pemotongan yaitu: viksasi, penyemelihan, pengeluaran darah,
pemisahan
kepala dan dengkil, pengulitan, eviscerasi, penanganan karkas,
penanganan
non karkas.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius.
Yogyakarta.
Admin, K. 2009. Ternak
Potong di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Devendra,C.1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Udayana. Bandung.
Djarijah,
Abbas Siregar. 1996. Usaha Ternak Domba.
Kanisius. Yogyakarta.
Happyprana, T. 2009. Peternakan
Kambing dan Domba Potong. Kanisius. Yogyakarta.
Jacoeb, Teuku Nusyirwan.
1991. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Sapi
Potong. Direktorat Bina Produksi Peternakan.
Murti, T,W. 1988. Kerbau Kerja dan Kerbau Perah. Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta.
Murtidjo. 1993. Ternak Potong di
Daerah Tropis. UGM Press. Yogyakarta.
Priyo, Caturto N. 2008. Agribisnis
Ternak Ruminansia. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Depdiknas. Jakarta
Sartika, dkk. Analisis Mikrobiologi
Escherichia Coli O157:H7 pada Hasil Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya. Jurnal Kesehatan Vol 9 No 1: 23-25.
Sugeng, B,Y. 1993. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suharno, B. 1995. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Usmiati, Sri. 2010. Pengawetan
Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca
Panen Pertanian : Bogor.
0 komentar:
Posting Komentar